Orang yang gak pintar-pintar..

Rabu, 17 November 2010

QURBAN....!?

Agar Anda diterima menjadi PNS, berapa Anda mau mengorbankan biaya, tenaga, dan materi? Agar Anda bisa ikut menjadi calon lurah, berapa Anda berani mengorbankan biaya? Bila sudah menjadi calur, agar terpilih, pastilah Anda akan lebih banyak lagi bersedia berkorban. Agar masuk daftar caleg nomor jadi, atau dipilih sebagai anggota DPD, berapa Anda berani berkorban harta dan tenaga? Agar Anda bisa menjadi calon presiden…

Dalam rangka agar anak Anda menjadi "orang", berapa Anda ikhlas berkorban? Untuk menyelamatkan nyawa kekasih Anda -suami, istri, anak, dlsb-, berapa Anda berani mengorbankan milik Anda? Untuk menyelamatkan nyawa atau sekadar kepentingan diri Anda sendiri, berapa Anda bersedia mengorbankan apa yang Anda punyai? Insya Allah, Anda akan menjawab spontan: "Aku bersedia mengorbankan segalanya!"


Selain adanya kecintaan, berkorban -sebagaimana bersyukur- memang memerlukan pemahaman dan kesadaran untuk apa kita berkorban -atau atas apa kita bersyukur. Orang yang mencintai jabatan; jabatan legislatif, misalnya, dan -atau karena- "memahami dan menyadari" betapa enaknya menjadi anggota DPR, tentu berbeda dengan mereka yang sama sekali tidak "cinta" atau "tidak paham" jabatan. Itulah sebabnya -wallahu a’lam-, banyak caleg yang itu-itu juga yang tampak dalam deretan "nomor topi". Mereka yang tidak "cinta" dan tidak memahami akan terheran-heran menyaksikan semangat berkorban yang begitu menggebu-gebu dari para caleg. Bukan hanya tenaga, pikiran, dan harta; bahkan persaudaraan pun sering dengan enteng mereka korbankan.

Seukur kecintaan dan pemahaman atau kesadaran itulah, besar kecilnya pengorbanan rela dipersembahkan. Orang yang hanya mencintai diri sendiri atau hanya memahami dan menyadari pentingnya diri sendiri tentu tidak dapat kita bayangkan bersedia mengorbankan sesuatu untuk yang lain. Orang yang tidak mencintai negara dan bangsanya atau tidak memahami dan menyadari pentingnya hal itu jangan harapkan mau berkorban untuk negara dan bangsanya. (Dan masya Allah, ternyata cukup banyak orang yang seperti ini, bukan? Banyak sekali orang yang merasa hidup di awang-awang sendiri, terlepas dari kaitan dengan negara dan bangsanya. Negara dan bangsa hanya dianggap perlu bagi urusan orasi dan agitasi. Banyak yang ingin senang sendiri; padahal jika dipikir, apa enaknya senang sendiri di negara yang terpuruk dan di tengah-tengah bangsa yang menderita).

Kecintaan yang terbesar yang segera dapat dipahami dan disadari hampir semua orang pastilah kecintaan kepada diri sendiri dan anak. Untuk dan demi diri sendiri dan anak inilah, kita sering menyatakan -dan bahkan membuktikan- bersedia mengorbankan "segalanya".

Sekarang bayangkan; Nabi Ibrahim a.s. yang bersedia dengan ikhlas hati mengorbankan nyawa belahan hatinya, anaknya sendiri dan Nabi Ismail a.s. yang bersedia dengan ikhlas mengorbankan dirinya. Adakah yang lebih berharga di dunia ini melebihi nyawa anak dan diri sendiri? Sikap tulus Nabi Ibrahim dan putranya seolah menjawab dengan tegas: "Ada. Ada yang jauh lebih berharga daripada itu. Yaitu, keridhaan Allah Sang Pencipta." Pengorbanan yang luar biasa dari manusia-manusia luar biasa -oleh kecintaan yang luar biasa- demi Yang Maha Luar Biasa.

Kita yang mengaku juga ingin mendapatkan ridha Tuhan kita, Allah SWT, wahai, seberapa besarkah kesediaan kita berkorban untuk hal-hal yang dapat mendekatkan diri kita kepada keridhaan-Nya. Berkorban untuk sesama, untuk negara dan bangsa, untuk agama? Untuk-Nya? Kiranya, jawabnya ada pada jawaban atas pertanyaan: sebesar apakah kecintaan kita kepada-Nya dan seberapa jauh pemahaman dan kesadaran kita.
Wallahu a’lam.
Share:

1 komentar:

  1. berkurban pada intinya adalah 'seberaba besar penghambaan terhadap Allah'

    BalasHapus

Copyright © Kangjeri's Blog | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com