Orang yang gak pintar-pintar..

Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Renungan. Tampilkan semua postingan

Selasa, 15 Agustus 2017

BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI – Bagian 2 (Tamat)

Manusia itu bahasa jawanya MANUNGSA yang bisa dipahami sebagai MANUNGgaling raSA alias BERSATUNYA SEMUA RASA-RASA. Jadi kalo anda merasa menjadi manusia ya semua rasa-rasa itu HARUS ADA !!! Kalo anda merasa MALAS, SEDIH, GALAU, BAHAGIA ya itu MANUSIAWI dan alamiah, karena ANDA MANUSIA, MANGUNGGALING RASA! Kita bisa MENGENAL RAJIN karena punya RASA MALAS, kita bisa mengenal OPTIMIS karena ada RASA PESIMIS, semua memang harus berpasangan. Sebenarnya dinamika dalam diri itu tidak akan jadi masalah. Karena semuanya sebagaimana roda akan berputar dan pasti berlalu. BETAPAPUN BAHAGIANYA ANDA PASTI TIDAK AKAN SELAMANYA BEGITU. Sebaliknya, BETAPAPUN SEDIHNYA ANDA TIDAK AKAN SELAMANYA BEGITU. Lalu apa yang jadi masalah?  Akan jadi masalah ketika kita mempermasalahkannya. Ketika kita membenci dan ingin mengusir bagian dari diri kita sendiri. Dan secara otomatis bagian itu akan semakin menguat untuk mempertahankan diri. Maksudnya bagaimana? Jika kita membenci dan ingin membuang rasa malas itu maka ia akan semakin menguat. So harus bagaimana donk?
 .
Cara terbaik adalah dengan MENERIMANYA. Ya anda tidak salah baca, MENERIMANYA. Dengan menerimanya maka tekanan pada jiwa kita akan berkurang bahkan lenyap. Dengan menerima kita justru bisa melepaskannya. Inilah inti dari berdamai dengan diri sendiri. Loh, kalau lagi malas kok diterima? Apa jadinya gak tambah malas? Sudah saya sampaikan di note bagian satu bahwa malas pun baik. Hanya saja kadang kita keliru mengasosiasikannya dengan hal yang buruk dan tidak memberdayakan. Ingat bahwa CEPAT dan LAMBAT pada sebuah sepeda motor itu sebenarnya sama-sama kekuatan. Hanya saja menjadi konyol saat kita lewat di pasar banyak orang menggunakan CEPAT dan saat menyalip malah menggunakan LAMBAT. Seharusnya, saat lewat di pasar banyak orang, LAMBATLAH. Dan saat kita menyalip kendaraan, CEPATLAH. Anda tentu tidak mau punya motor yang HANYA BISA CEPAT SAJA atau HANYA BISA LAMBAT SAJA. LAMBAT dan CEPAT anda butuhkan dalam sebuah motor karena keduanya merupakan KEKUATAN. Nah sebagaimana analogi sepeda motor itu sama halnya bagaimana kita memandang bagian-bagian dalam diri kita. Semuanya sebenarnya diberikan Tuhan sebagai kekuatan. Kita harus bijak dalam menempatkan atau menggunakannya sesuai situasi dan kondisi.
 .
menerima diri sendiri
.
Nah, yang saya cermati berdasarkan pengalaman pribadi saya dulu, kesalahan umum yang terjadi adalah kita kadang menyiksa diri atas nama berpikir positif. Saat malas kita berupaya “melawannya” dengan affirmasi SAYA RAJIN !! SAYA RAJIN !! Dengan cara ini justru jiwa dan perasaan kita akan semakin ditekan dan menghantam ke dalam. Seharusnya kita terima dulu apa adanya sehingga setelah jadi netral baru kita baru kemudian kita berafirmasi positif. Dengan note ini saya sebenarnya sedang membuktikan apa yang saya tulis. Bukankah anda bisa melihat note bagian satu dengan note lanjutannya ini jedanya begitu lama? Ya, saya kena RASA MALAS. Nah saya langsung buktikan apa yang terjadi ketika saya MELAWAN RASA MALAS ITU SECARA FROTAL? Badan saya sih ready, siap di depan laptop karena SAYA PAKSA dengan kalimat SAYA RAJIN, SAYA RAJIN. Namun PIKIRAN saya BLANK !! Gak bisa menuliskan apapun. Di hari yang lain saya lawan lagi dan TETAP BLANK, demikian juga dengan hari-hari lainnya. Nah dini hari ini saya sebenarnya malas sekali karena masih lelah dengan kegiatan pelatihan yang beruntun. Tapi ketika saya menerima apa adanya eh justru jari-jari saya dan ide-ide dalam pikiran saya mengalir dengan sangat cepat.
 .
Apa persisnya yang saya lakukan? Saya punya sebuah kalimat yang menjadi pamungkas saya untuk BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI. Kalimat ini tentu TIDAK ASING bagi anda yang pernah belajar SEDONA METHOD, EFT dan SEFT. Begini kalimatnya ; “WALAUPUN SAYA …. (ISI SENDIRI TITIK-TITIK INI), SAYA MENERIMA DAN MENCINTAI DIRI SAYA, APA ADANYA”. Yang saya lakukan tadi begini, “WALAUPUN SAYA CAPEK DAN MALAS SEKALI MENULIS NOTE, SAYA MENERIMA DAN MENCINTAI DIRI SAYA, APA ADANYA”. Saya katakan itu dalam hati berulang-ulang. Nah yang terjadi ternyata semakin saya ulang-ulang kalimat itu TAMBAH TERJADI PENOLAKAN DALAM DIRI SAYA. Apa yang saya lakukan? Saya katakan begini kepada diri saya sendiri berulang-ulang, “WALAUPUN SAYA SULIT SEKALI MENERIMA DAN MENCINTAI DIRI SAYA, SAYA MENERIMA DAN MENCINTAI DIRI SAYA, APA ADANYA”. Atau dengan kata lain kalimat itu susunannya begini, “WALAUPUN SAYA SULIT IKHLAS, SAYA IKHLAS”, asyik kan he he he. Dan BERHASIL !! Sehingga saya bisa menyelesaikan note bagian kedua ini dengan cepat dan ide yang mengalir.
 .
Demikian note saya tentang BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI. Buktikan apakah yang saya tulis ini benar atau tidak. Karena nasi baru mengenyangkan kita setelah kita memakannya. Sebuah pengetahuan baru akan memberikan dampak nyata dalam kehidupan kita setelah kita mempraktekkannya. Sampai jumpa dalam note berikutnya.
 .
Tamat
 .
 .
Salam hakikat …
ARIF RH
Share:

Kamis, 10 Agustus 2017

BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI – Bagian 1

Assalamualaikum...
Sudah lama saya tidak update blog, sekarang saya cuma mau share tulisan dari Bapak Arif RH di webnya yang saya kira sangat menarik untuk pemberdayaan diri.. 
selamat membaca..

Dalam beberapa kesempatan seminar dan workshop sering ada pertanyaan dari peserta tentang bagaimana MENGHILANGKAN RASA MALAS . Saya tegaskan bahwa sampai alam semesta hancur lebur pun rasa malas itu tidak akan bisa kita hilangkan. Para peserta bingung dengan jawaban saya itu. Dan bisa jadi ada beberapa di antara anda yang membaca tulisan saya ini pun jadi bingung. Lho kok motivator bilang begitu? Kan sudah saya bilang saya ini bukan motivator, he he. Waktu dulu tahun 2007-2009 ketika saya ditanya demikian pasti saya akan berikan TIPS TIPS JITU MENGHILANGKAN RASA MALAS weheeee keren khaaan? Motivator gitu loooh. Dan soal tips-tips tersebut seringkali saya sendiri GAGAL dalam mempraktekannya untuk diri saya sendiri. Hanya berhasil di awal lalu tidak efektif lagi. Nah sering gagalnya jurus-jurus yang saya pelajari membuat saya merenung apakah ada sesuatu yang salah saya pahami tentang manusia ini? Khususnya tentang diri saya ini? Mengapa ada suatu saat berpikir positif dan berperasan positif itu sangat sulit dilakukan. Semakin saya lakukan semakin saya menderita. Nampak di permukaan saya bahagia, tapi ada ketegangan jiwa yang mengguncang saya.

 .

Dulu saya meyakini bahwa “Kunci sukses adalah ketika kita sudah MENGALAHKAN DIRI SENDIRI” Ternyata seiring waktu saya menemukan jawaban yang lebih bijak. Kuncinya justru BUKAN MENGALAHKAN DIRI SENDIRI melainkan BERDAMAI DENGAN DIRI SENDIRI. Selama ini saya telah terjebak pada dimensi TEKNIK saja dan melupakan tentang FILOSOFI MANUSIA. Ya, soalnya waktu kuliah saya ini penggila filsafat, sampe muak pokoknya. Setelah menerjuni dunia pengembangan diri ogah lagi bahas filsafat, namun ternyata pengetahuan filsafat itu masih sangat dibutuhkan. Akhirnya mulai saya menyelami kembali dimensi filsafat khususnya mengenai filosofi manusia ini. AHA !!! Ini dia kuncinya. Sebuah kenyataan bahwa MANUSIA ITU SEMPURNA. Sempurna ini merupakan TANDA bahwa segala sesuatu yang ada di dalam diri manusia SEMUANYA ya memang HARUS BEGITU ADANYA. Artinya jika kita berupaya membuang segala sesuatu yang sudah ada di dalam diri manusia ya sudah pasti tidak akan bisa. Lha wong itu perlengkapan “onderdil” nya manusia kok mau dibuang.
 .


.
Dalam pelatihan saya biasa mencontohkan yang di awal tadi soal MALAS. Saya tanya kepada audience. “MALAS itu BAIK atau BURUK?”. Biasanya 100 persen peserta akan menjawab BURUUUK !!!. Saya tanya lagi, “Kalau RAJIN itu BAIK atau BURUK?. Serempak mereka menjawab, “BAIIIK”. Kemudian saya tanya lagi, “Kalau MALAS KORUPSI?”. Anehnya peserta menjawab, BAIIIK !! “Kalau RAJIN KORUPSI?”. “BURUUUK !!” “Kalau MALAS MEMFITNAH ORANG?”. Peserta menjawab lagi, BAIIIK !!!. “Kalau RAJIN FITNAH ORANG?”. “BURUUUK !!! Saya tanya lagi, “Kalau MALAS IBADAH?”. Peserta menjawab, BURUUUK !!!. Saya tanya lagi, “Kalau MALAS SEDEKAH?. Peserta menjawab, BURUUK !!. Jadi, MALAS itu BAIK atau BURUK? RAJIN itu BAIK atau BURUK? Mereka bingung. Iya ya? Nah loh. Satu kata akhirnya. TERGANTUNG !!! MALAS DALAM HAL APA DULU? RAJIN DALAM HAL APA DULU?
 .

Dari contoh tersebut jelas MALAS dan RAJIN ini pada dasarnya NETRAL. Dan karena netral baik dan buruknya tergantung situasi dan kondisinya, tergantung konteksnya. Lha kalo udah tau gini terus masih berpikir MEMBUANG RASA MALAS ya saya kira itu “rodho gendheng”. Lha wong itu perangkat kelengkapan kita kok mau dibuang. Sekarang, bayangkan kalau anda TIDAK PUNYA RASA MALAS” dan anda “TERLALU SANGAT SANGAT RAJIN”. Bisa-bisa anda workaholic dan memforsir tubuh anda. Saat rekreasi jalan-jalan di pantai, anda tetap saja memikirkan pekerjaan di kantor, saking rajinnya. Tapi juga sebaliknya jika TERLALU MALAS ya BAHAYA!! Anda akan sering menunda pekerjaan dan akhirnya semuanya berantakan. Di satu sisi malas bisa menurunkan kualitas kita, di sisi lain sangat membantu kita agar bisa beristirahat total.
Nah karena ketidaktahuan saat seseorang malas ia berperang dengan rasa malas itu secara frontal dan berupaya membuangnya. Bahkan ia membenci dirinya. Ia melabeli dirinya sebagai PEMALAS. Kemudian ia sering melakukan afirmasi, SAYA RAJIN, SAYA RAJIN !!! Saya tidak tau bagaimana dengan anda, tapi saya pribadi merasa MENDERITA dengan cara ini. Memang badan bergerak, tapi jiwa ditekan terus menerus. Kita tidak bisa menipu diri kok bahwa kadang kita menganiaya diri sendiri atas nama BERPIKIR POSITIF. Kita tidak menyadari bahwa sebenarnya kita sedang MELAWAN diri sendiri.

 .

Bersambung ke bagian 2 …

 .

.

Salam Hakikat …

ARIF RH

Ikhlaspasrah.com
Share:

Senin, 22 Mei 2017

WARISAN

Ini adalah tulisan anak Siswi SMA Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur, itu menyoroti soal identitas, baik agama, suku, ras, maupun kebangsaan, adalah warisan dari orang tua. Dia mengajak seluruh warga negara Indonesia menghayati Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sehingga kehidupan toleransi hidup beragama tetap terjaga...
berikut tulisannya yang saya copas dari halaman facebook pribadinya..

WARISAN
 
Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak.
Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan.
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan.
Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki warisan berbeda-beda karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih apa yang akan mereka terima sebagai warisan dari orangtua dan negara.
.
Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita. Setelah itu, kita membela sampai mati segala hal yang bahkan tidak pernah kita putuskan sendiri.
.
Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka.
Ternyata,
Teman saya yang Kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya. Mereka mengasihani orang yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan, karena orang-orang ini akan masuk neraka, begitulah ajaran agama mereka berkata.
Maka,
Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal tak akan ada titik temu.
Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh
dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu,
memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
.
Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya. Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "iman".
Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali coba menjadi Tuhan. Usah melabeli orang masuk surga atau neraka sebab kita pun masih menghamba.
.
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, "Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya".
Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para Muslim, Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, bahkan ateis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?
.
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa.
Tapi tidak, kan?
.
Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat dengan agama yang sama, hal itu akan menjamin kerukunan? Tidak!
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama.
Sebab, jangan heran ketika sentimen mayoritas vs. minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.
.
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.
.
Karena itulah yang digunakan negara dalam mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila, Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran agamanya untuk ditempatkan sebagai tolak ukur penilaian terhadap pemeluk agama lain. Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan.
.
Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai berai bukan karena bom, senjata, peluru, atau rudal, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan warisan masing-masing di media sosial.
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.
.
Kita tidak harus berpikiran sama, tapi marilah kita sama-sama berpikir.
© Afi Nihaya Faradisa


Share:

Rabu, 18 Mei 2011

Ramalan Kiamat 21 Mei 2011 (Judgemement Day)

Chempornet.com – Wow, Ramalan Kiamat 21 Mei 2011? Sebelumnya heboh ramalan kiamat tahun 2012, kini ada ramalan kiamat tanggal 21 Mei 2011, apa benar seperti itu? Dan siapa yang meramalkan kiamat terjadi pada tanggal 21 mei tahun 2011? Di saat orang optimistis merancang masa depannya, sekelompok orang pengikut aliran Kristen di Amerika Serikat justru sedang bersiap menghadapi kiamat versi mereka yang diperkirakan datang empat hari lagi, 21 Mei 2011.

Mereka yang membuat ramalan kiamat 21 Mei 2011 juga mengajak orang lain ikut panik dengan mengkampanyekan peringatan kiamat melalui papan iklan besar bertuliskan ‘Hari Penghakiman 21 Mei” atau ‘Akhir Dunia Telah Datang’ ke seluruh dunia. Pesan senada juga menyebar melalui Twitter, Facebook, pamflet, dan radio.
Bahwa kiamat akan datang 21 Mei 2011 berasal dari buah pikiran penginjil radio berusia 89 tahun, Harold Camping. Menggunakan perhitungan matematika ciptaannya sendiri ia menafsirkan ramalan kabur dalam Injil.

Ini bukan prediksi kiamat pertamanya. Sebelumnya, ia memprediksi hari pembalasan bakal datang pada 6 September 1994 di mana umat yang percaya terangkat ke surga, meninggalkan manusia-manusia lain yang ditakdirkan mengalami siksaan.
ramalan kiamat 21 mei 2011

Kampanye Kiamat 2011

Namun, tahun 1994 berlalu tanpa ada insiden apa pun. Bumi masih berputar, kehidupan terus berjalan hingga hari ini. Namun, Camping tak menyerah, ia mengeluarkan prediksi kiamat baru mengutak-atik persamaan versi dia sekali lagi dan lantas menyebut 21 Mei 2011 sebagai akhir dunia.

Camping mengklaim, setelah sekitar 200 juta umat Kristen diangkat ke surga Sabtu depan, Bumi akan menjadi seperti neraka selama lima bulan hingga 21 Oktober 2011 nanti, di mana kehidupan benar-benar berakhir. Kira-kira seperti itu ramalan kiamat 21 Mei 2011.

Bagaimana ia menemukan perkiraan atau ramalan kiamat 21 Mei 2011 itu? Ini perhitungan Camping: dia yakin Yesus disalib pada 1 April tahun 33 Masehi, atau 722.500 hari sebelum 21 Mei 2011. Angka tersebut adalah kuadrat dari 5 x 10 x 17.

Dalam sistem numerologi miliknya, angka lima merepresentasikan ‘penebusan’, angka 10 adalah ‘kesempurnaan’, dan 17 berarti ‘surga’. “Lima kali 10 kali 17 adalah sebuah cerita. Di mana Yesus membayar semua dosa-dosa Anda,” kata Camping. “Aku terjatuh dari kursi saat menyadarinya.”

Selama beberapa bulan, prediksi ramalan hari kiamat 21 mei 2011 dari Camping mendapat bantuan dari para pemeluk Kristen fundamentalis. Para relawan menyebarkan pesan itu ke seluruh dunia.

Namun, tak semua pemeluk Kristen percaya prediksi itu. Banyak yang meragukannya. Apalagi dalam Injil Matius, disebutkan, Yesus mengatakan, hari kiamat tak bisa diramalkan.

Apalagi, kiamat sebelumnya pernah diramal oleh seorang pemimpin kelompok Baptis, William Miller. Kata dia, dunia berakhir 22 Oktober 1844 silam, namun toh matahari masih bersinar terang sampai hari ini.

Sudah banyak memang ramalan kiamat sebelumnya, mulai dari kalender suku maya yang menyatakan kiamat akan terjadi pada tanggal 21 bulan 12 tahun 2012, ramalan nostradamus code sampai dengan yang terbaru adalah ramalan kiamat 21 Mei 2011 yang diungkap oleh sekelompok orang pengikut aliran Kristen di Amerika Serikat.

Hari kiamat memang pasti akan terjadi, namun tanggal, tahun dan waktu pastinya tidak ada yang tahu. Bagi umat Islam, dalam Al-Quran saja tidak diberitahukan kapan tanggal atau waktu pasti kiamat akan terjadi. Semua tergantung kepada anda, boleh saja anda percaya atau tidak dengan ramalan kiamat 21 Mei 2011 ini.
Share:

Selasa, 28 Desember 2010

Timnas, Euforia Media, dan Nasionalisme Latah Kita

Baiklah Kita patut berbangga dengan prestasi Tim nasional sepak bola Kita yang secara luar biasa mampu lolos ke final piala AFF tahun ini, luar biasa karena memang sudah sejak lama sepak bola Kita terpuruk dan tiba-tiba Kita dapat hadiah akhir tahun dari Timnas yang berprestasi. Lalu mendadak kesadaran Kita tergugah dan timbul pula rasa nasionalisme dan cinta negeri di diri Kita. Namun yang perlu sedikit Kita kaji ialah: bagaimana kalau ternyata nasionalisme Kita latah Cuma karena dipicu oleh euforia produksi media massa? Tentu pertama perlu ditegaskan bahwa maksud Kita bukan mendiskreditkan tim nasional maupun pesimistik dan merendahkan Mereka, karena seyogyanya timnas memang perlu dipuji dan di support agar mampu maju lebih jauh lagi,

yang perlu Kita ketahui ialah pengaruh media massa yang sedemikian besar dalam membentuk opini publik dan secara alam bawah sadar menimbulkan kepercayaan pada diri Kita sehingga apapun yang dikatakan media langsung Kita percaya tanpa adanya bantahan. Itu yang coba Kita gali maknanya.

Ada sebuah teori yang dikembangkan oleh teoritikus Sandra Ball-Rokeach and Melvin DeFleur yang disebut “The Dependency Theory” alias “Teori Ketergantungan.” Dalam teori ini disebutkan bahwa “semakin seseorang tergantung pada media massa untuk memenuhi kebutuhannya, maka media akan menjadi semakin penting bagi seseorang itu. Kemudian media akan menjadi sangat berkuasa kepada seseorang tersebut, dan lama-kelamaan media akan berkuasa atas hidup seseorang itu.” Begitu tergantung Kita pada sebuah produk media sehingga tanpa sadar Kita memang sudah sampai pada proses dimana media menjadi sangat urgen dalam aspek kehidupan, Kita begitu percaya pada semua yang dikatakan media tanpa mau memilah mana yang benar dan mana yang blunder. Salah satu kasus yang cukup membuat Saya geli sendiri adalah di sebuah akun Twitter seorang bertanya dalam tweet nya “eh lagi dijalan nih menuju Benteng Vrederburg, ada yang tahu enggak jalannya kemana?” apa yang lucu hingga Saya geli sendiri? Sebenarnya pertanyaan itu tidak lucu dan biasa saja, bertanya jalan. Yang lucu dan perlu diperhatikan adalah mental pemilik akun tersebut yang sudah terlalu tergantung pada media (dalam hal ini Twitter) sehingga dia memutuskan bertanya arah jalan pada orang di Twitter.

Coba ditelaah secara logika, bukankah akan lebih efektif bila orang tersebut turun dari motornya sejenak lalu bertanya langsung pada orang di pinggir jalan ketimbang harus bertanya di Twitter dan harus menunggu sekian lama ada orang yang menjawab pertanyaannya tersebut? Namun secara alam bawah sadar memang pola pikir dependensia media itu sudah tertanam jadi pemilik akun itu lebih percaya pada Twitter daripada bertanya orang di jalan, walau tentu itu lebih nonefisien. Contoh lain adalah sebut saja si A yang berasal dari Jakarta yang panas tiba-tiba pindah ke Bogor yang sering turun hujan, karena pindah Kota maka Si A merasa membutuhkan membaca koran, atau melihat TV, maupun di internet tentang ramalan cuaca hari ini agar tahu apa akan hujan. Satu hari tiba-tiba Dia terputus dari media yang dikonsumsi nya tiap hari, internet putus, TV mati, koran tak dikirim. Alih-alih melihat keluar apa hari ini akan hujan atau percaya pada intuisi bahwa mungkin hari ini tak akan hujan, si A memilih tak keluar rumah sebab Dia tak mendapat ramalan cuaca hari ini dari media, sebuah sumber yang paling dipercayanya dalam hidup.

Maka dengan mengacu pada teori ketergantungan media tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: “bagaimana kalau ternyata rasa cinta negeri, nasionalisme, serta dukungan Kita pada timnas sekarang ini hanya karena Media memaksa alam bawah sadar Kita agar percaya hal itu, dan bukan berasal dari lubuk hati Kita yang paling dalam?” karena porsi pemberitaan media massa yang Kita konsumsi tiap hari sangat berlebih dan cenderung bias pula, dan semua Kita telan mentah-mentah. Padahal media tentu membuat berita itu bertendensi pada penaikkan oplah dan rating maka sebuah isu yang sepertinya berpotensi meningkatkan kredibilitas media itu harus di blow up sebanyak mungkin bahkan kalau perlu didramatisir agar lebih menarik minat. Dalam makalahnya “pengantar Komunikasi Massa” Nurudin menyebutkan “Media massa dan budaya massa telah mempromosikan banyak hal yang ikut menjadi sasaran teori kritis. Bahkan ketika media massa tidak melihat sebagai sumber masalah khusus, mereka dikritik untuk memperburuk atau melindungi masalah dari yang diidentifikasi atau disebut dan dipecahkan. Contohnya, seorang teoritikus berpendapat bahwa isi praktik produksi para praktisi media tidak hanya menyebabkan tetapi juga mengabadikan masalah.” Maksudnya ialah media massa seringkali harus menambahkan bumbu-bumbu penyedap dalam sebuah informasi agar para audience berminat mengkonsumsi informasi itu, dan sialnya Kita ini lagi-lagi tanpa sadar ikut termakan propaganda budaya massa itu.

Kita lebih butuh sebuah hiburan ketimbang isi informasi itu, Kita lebih suka kemasannya yang wah daripada esensi informasi yang dikandungnya. Maka porsi pemberitaan luar biasa media lokal akan Timnas Indonesia mau tak mau tak mau memunculkan euforia massal yang melahirkan nasionalisme latah yang muncul tiba-tiba selama Piala AFF terselenggara. Sebuah pertanyaan lantas timbul: seandainya media tidak mengatakan “kemenangan timnas sepakbola Indonesia menimbulkan nasionalisme pada penduduk Indonesia” apakah Kita tetap memiliki rasa nasionalisme itu? Kalo iya kenapa sebelumnya euforia nasionalisme ini tak muncul ke permukaan? Kasus yang sama persis terjadi dimana Kita tahu kalau Kita butuh dan harus makan Burger setelah Kita melihat iklannya di TV, padahal sebelum melihat iklan itu Kita tak butuh makan burger dan hidup Kita baik-baik saja tanpanya.

Sebagai penutup, lagi-lagi ini bukan bentuk pesimis akan timnas, justru harusnya ini jadi perenungan Kita. Apakah dukungan Kita pada timnas sepakbola Indonesia benar-benar dari lubuk hati yang terdalam atau kesadaran ini adalah kesadaran (palsu) yang timbul karena digugah media massa yang orientasi utamanya adalah atas nama rating dan oplah? Agaknya niat baik Kita memberi support dan tekad nasionalisme pada timnas perlu didekonstruksi dan dievaluasi. Agar timnas sepakbola negeri yang memang bermain bagus dan patut berprestasi itu benar-benar dapat membuat prestasi luar biasa di kancah internasional karena mendapat dukungan yang sesungguhnya dari lubuk hati terdalam warga Indonesia.
Share:

Senin, 20 Desember 2010

PENEMUAN KAPAL NABI NUH AS

Di sebuah gunung yg sentiasa diselimuti salju yg terletak di Timur Turki, tersembunyi sebuah misteri “berharga” yang berusia lebih dari 5000 tahun.

Peninggalan sejarah yg maha berharga itu bukan saja menarik minat para pengkaji Sejarah saja, namun pihak penyelidik US seperti CIA/KGB pun mencoba untuk melakukan penelitian disana. Sejauh ini CIA telah menggunakan satelite dan pesawat ‘Stealth’ utk mengambil gambar objek yg terdampar di puncak gunung tersebut.

Gambar2 itu telah menjadi “rahasia besar” dan tersimpan rapi dengan kawalan yg ketat bersama dengan “rahasia2″ penting yg lain di Pentagon. Sudah beratus2 orang mencoba untuk mendaki Gunung Aghi-Dahl yg kerap dijuluki juga sebagai “Gunung Kesengsaraan” atau dengan nama peta-nya yaitu Mount Ararat, namun hanya beberapa2 orang saja yang berhasil menaklukannya.Sebagian lagi selebihnya hanyalah menambah deretan panjang pendaki-pendaki yang menjadi korban keganasannya. Hingga hari ini, hanya ada beberapa orang pendaki yg dapat sampai ke puncak Mt.Ararat sekaligus dapat menyaksikan dgn mata kepala sendiri sebuah artifak yg ‘mahaberharga’ tersimpan abadi dipuncaknya.

Lalu apakah sebenarnya artifak “mahaberharga” yang terkubur selama ribuan tahun di puncak Ararat itu?
Yup,menurut para ahli kepurbakalaan, mereka menafsirkan bahwa artifak dengan dimensi yang sangat besar tersebut tak lain adalah The Great Noah Ark (Perahu/Bahtera Nabi Nuh)!

Seperti yang kita ketahui bahwa The Great Pyramid of Giza, Mesir telah terkubur didalam tanah selama kurang lebih 2000 tahun lamanya sebelum ditemukan dan dilakukan penggalian terhadapnya. Begitu pula halnya dengan The Great Noah Ark ,sebelum terjadinya sebuah gempa bumi hebat yang melanda daerah itu pada 2 Mei 1988 silam ,artifak tersebut tertimbun di bawah salju hampir selama 5000 tahun lamanya tanpa ada yang mengetahui bahwa sebenarnya tersimpan sebuah rahasia besar didalamnya.

Sebenarnya, zaman Nabi Noah AS dulu tidaklah seprimitif yg kita semua bayangkan. Pada hakikatnya pengetahuan Sains dan teknologi mereka sudah maju pada masa itu.
Contohnya dari beberapa hasil temuan di kaki Mount Ararat, Para Pengkaji dan Scientist Russia telah menemui lebih kurang 500 kesan artifak batu baterai elektrik purba yg digunakan utk menyadurkan logam.Tentunya temuan tersebut bisa membuktikan bahwa masyarakat zaman Nabi Noah/Nuh telah mengenal listrik.

Mengikut perkiraan para ahli ,Nabi Noah AS kira-kira memulai membangun bahteranya pada tahun 2465 B.C dan hujan lebat baru turun dan mengguyur bumi selama bertahun- tahun sehingga mengakibatkan munculnya air bah maha dasyat yang rata-rata dapat mengahiri sebagian populasi manusia dimuka bumi diperkirakan terjadi pada 2345 B.C

Rupa bentuk dari The Great Noah Ark itu sendiri sebenarnya tidak sama dengan bentuk kapal laut masa kini pada umumnya. Menurut para peneliti dan pendaki yg pernah melihat langsung “Noah Ark” di puncak Mt.Ararat serta beberapa image yang diambil dari pemotretan udara,The Great Noah Ark memang merupakan sebuah bahtera yang berdimensi sangat besar dan kokoh.

Kontruksi utamanya tersusun oleh susunan kayu dari species pohon purba yg memang sudah tidak bisa ditemui lagi didunia ini alias sudah punah.Pengukuran obyek yang ditandai mempunyai altitude 7.546 kaki dengan panjang dari bahtera kurang lebih 500 kaki,83 kaki lebar,dan 50 kaki tinggi. Ada juga Para Pengkaji berpendapat,”Noah Ark” berukuran lebih luas dari sebuah lapangan sepak bola.

Luas pada bagian dalamnnya cukup utk menampung ratusan ribu manusia.Jarak dari satu tingkat ke satu tingkat lainnya ialah 12 hingga ke 13 kaki. Sebanyak kurang lebih ribuan sampai pulahan ribu balak kayu digunakan untuk membangunnya.
Totalnya,terdapat kurang lebih ratusan ribu manusia dan hewan dari berbagai species yang ikut menaiki bahtera ini,Mengikuti kajian dari Dr.Whitcomb, kira2 terdiri 3.700 binatang mamalia, 8.600 jenis itik/burung,6300 jenis reptilia,2500 jenis amfibia yg menaiki The Great Noah Ark tersebut,sisanya adalah para kaum Nabi Nuh yang percaya akan ajaran yang dibawanya.Total berat kargo/muatan bahtera itu keseluruhan mungkin mencapai kurang lebih 24,300 ton.

altDi sekitar obyek tersebut, juga ditemukan sebuah batu besar dengan lubang pahatan. para peneliti percaya bahwa batu tersebut adalah “drogue-stones”, di mana pada zaman dahulu biasanya dipakai pada bagian belakang perahu besar untuk menstabilkan perahu. Radar dan peralatan mereka menemukan sesuatu yang tidak lazim pada level “iron oxide” atau seperti molekul baja. Struktur baja tersebut setelah dilakukan penelitian bahwa jenis “vessel” ini telah berumur lebih dari 100.000 tahun, dan terbukti bahwa struktur dibuat oleh tangan manusia. Mereka percaya bahwa itu adalah jejak pendaratan perahu Nuh.

Beberapa sarjana berpendapat bahwa kemungkinan besar ‘Noah Ark’ ini dibangun disebuah tempat bernama Shuruppak, yaitu sebuah kawasan yg terletak di selatan Iraq.
Jika ia dibangun di selatan Iraq dan akhirnya terdampar di Utara Turkey,kemungkinan besar bahtera tersebut telah terbawa arus air sejauh kurang lebih 520 Km. Mount Ararat Mt.Ararat itu sendiri bukanlah sembarang gunung,ia adalah sebuah gunung yg unik. Diantara salah satu keunikan yg terdapat pada gunung ini ialah, pada setiap hari akan muncul pelangi pada sebelah utara puncak gunung itu.

Mt.Ararat ini ialah salah satu gunung yg mempunyai puncak yg terluas di muka bumi ini. Statusnya juga merupakan puncak tertinggi di Turki yaitu setinggi 16,984 kaki dari permukaan air laut.Sedangkan puncak kecilnya setinggi 12,806 kaki .Jika kita berhasil menaklukkan puncak besarnya ,kita dapat melihat 3 wilayah negara dari atasnya, yaitu “Russia,Iran, dan Turkey”.
Sebuah “batu nisan” yg didakwa kepunyaan nabi Nuh AS telah dijumpai di Mt.Lebanon di Syria. Batu nisan itu berukuran 120 kaki panjang.

Pada tahun 1917,Maharaja Russia Tsar Nicholas II mengirim sejumlah 150 org pakar dari berbagai bidang yg terdiri dari saintis,arkeolog dan tentara untuk melakukan penyelidikan terhadap The Great Noah Ark tersebut.

Setelah sebulan, tim ekspedisi itu baru sampai ke puncak Ararat. Segala kesukaran telah berhasil mereka lewati, dan akhirnya menemukan perahu Nuh tersebut. Dalam keadaan terkagum, mereka mengambil gambar sebanyak mungkin

Dalam keadaan terkagum, mereka mengambil gambar sebanyak mungkin. Mereka mencoba mengukur panjang perahu Noah dan didapati berukuran panjang 500 kaki, lebar 83 kaki dan tinggi 50 kaki, sebagian lainnya tenggelam di dalam salju. Hasil dari perjalanan itu dibawa pulang dan mau diserahkan kepada Tsar, malangnya sebelum sempat melaporkan temuan itu ke tangan kaisar, Revolusi Bolshevik Komunis (1917) meletus. Laporan itu akhirnya jatuh ke tangan Jenderal Leon Trotsky. Sehingga sampai sekarang masih belum diketahui, apakah laporan itu masih disimpan atau dimusnahkan.

Sunatullah.com
Share:

Minggu, 12 Desember 2010

Penyakit hati yang memnbuat hidup anda semakin rumit

Seringkali secara sadar ataupun tidak sadar kita terlibat dalam beberapa keadaan juga percakapan yang membuat situasi yang kita hadapi bermasalah bahkan bisa membuat masalah tersebut bisa lebih rumit dan kompleks. Kadang kebiasaan yang tidak baik ini justru terasa mengasikan bagi sebagian orang karena bagi mereka hidup tanpa hal-hal yang negatif serasa tanpa bumbu sedap. Namun sadarkan kita bahwa hal-hal negatif berikut malah membuat hidup Anda terjerembab dalam semakin rumitnya masalah baik bagi diri Anda maupun orang lain.

Menggosip memang asik, tapi bisa membuat hidup yang sudah penuh masalah menjadi semakin bermasalah
Mari kita lihat hal-hal negatif (penyakit hati) yang musti kita hindari, apalagi di bulan Muharam atau orang jawa lagi suroan, seperti sekarang ini. Yuk kita simak satu persatu untuk bahan koreksi dan cerminan diri kita:

1. Iri hati
Sifat ini membuat kita selalu merasa tidak senang dengan kesenangan, kebahagiaan, keberuntungan, dan kesuksesan orang lain. Kita pun cenderung berusaha menyaingi orang itu dengan berbagai cara. Bahkan, terkadang kita ingin merusak kesenangan itu. Namun, jika rasa iri lebih kepada ke arah kebaikan, seperti ingin sukses agar dapat menyebarkan ilmu di kemudian hari atau iri untuk menyebarkan kebahagiaan kepada orang lain, boleh-boleh saja, lho.
2. Provokatif
Sifat ini membuat kita berusaha untuk selalu memengaruhi orang lain melakukan tindakan yang kurang baik. Misalnya, menulari kebencian kita kepada orang lain atau memanas-manasi dengan tujuan menimbulkan permusuhan atau melahirkan kebencian dengan orang itu kepada orang lain.
3. Menebar fitnah
Inilah kegiatan menyebarkan kejelekan orang lain sehingga nama baik orang itu tercemar atau membohongi seseorang agar menimbulkan kebencian.
4. Berburuk sangka
Buruk sangka adalah sifat yang selalu mencurigai atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas.
5. Ingkar janji
Penyakit hati ini berupa sikap tidak bertanggung jawab atau mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan orang lain kepada kita. Biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Orang yang sering ingkar janji berisiko tidak disukai orang di sekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari.
Bagaimana menurut Anda, apakah ada “penyakit-penyakit” hati lain yang patut dihindari supaya hati kita bisa senantiasa bersih?

Semoga kita dilindungi oleh Allah SWT dr penyakit2 hati diatas.
ruanghati.com
Share:

Minggu, 28 November 2010

Keperawanan Tidak Lagi Sakral!


Apa itu perawan ? mukin tidak perlu di jelaskan kita semua pasti tau. Seberapa pentingkah nilai keperawanan itu? Mungkin ini yang menjadi pertanyaan kita semua. Karena ini menyangkut nilai-nilai kesusilaan dan adat sopan santun.

Di Negara Liberal nilai keperawanan mungkin tidak begitu penting, tapi di negeri kita tercinta, mengeklaim sebagai negeri timur yang menjujung tinggi nilai-nilai kesusilaan dan adat sopan santun pastilah keperawanan (remaja perempuan lajang) itu sangat penting.

Tetapi fakta yang ada di negeri ini sangatlah bertentangan, sebagai mana di tulis di Kompas.com bahwa separuh remaja perempuan lajang di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi disebut tidak perawan karena melakukan hubungan seks pranikah.


Tidak sedikit yang hamil diluar nikah.
Dari 100 remaja, 51 remaja perempuannya sudah tidak lagi perawan, ," ungkap Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief kepada sejumlah media dalam Grand Final Kontes Rap dalam memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Minggu (28/11/2010).

... di Surabaya 54 persen, Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. -Sugiri Syarief

Selain di Jabodetabek, ujar Sugiri, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. Menurutnya, data ini dikumpulkan BKKBN selama kurun waktu 2010 saja.

Melihat data tersebut terkejutkah? atau mukin sudah lumprah. Apakah ini semua buah dari kebodohan bangsa?!.

Memang mental dan dan pembangunan karakter masyarakat, khususnya generasi muda perlu di lakukan, harus ada aksi nyata dari pemerintah, dan semua elemen masyarakat terutama lembaga pendidikan.

Banyak dari generasi muda kita terjebak dalam lingkaran kapitalis dan budaya hedonis dalam proses menunjukkan identitas diri, ditengah-tengah komunitasnya.

Semoga nilai-nilai subtansi dari keperawanan tetap sakral!

(kangjeri)
Share:

Rabu, 17 November 2010

QURBAN....!?

Agar Anda diterima menjadi PNS, berapa Anda mau mengorbankan biaya, tenaga, dan materi? Agar Anda bisa ikut menjadi calon lurah, berapa Anda berani mengorbankan biaya? Bila sudah menjadi calur, agar terpilih, pastilah Anda akan lebih banyak lagi bersedia berkorban. Agar masuk daftar caleg nomor jadi, atau dipilih sebagai anggota DPD, berapa Anda berani berkorban harta dan tenaga? Agar Anda bisa menjadi calon presiden…

Dalam rangka agar anak Anda menjadi "orang", berapa Anda ikhlas berkorban? Untuk menyelamatkan nyawa kekasih Anda -suami, istri, anak, dlsb-, berapa Anda berani mengorbankan milik Anda? Untuk menyelamatkan nyawa atau sekadar kepentingan diri Anda sendiri, berapa Anda bersedia mengorbankan apa yang Anda punyai? Insya Allah, Anda akan menjawab spontan: "Aku bersedia mengorbankan segalanya!"


Selain adanya kecintaan, berkorban -sebagaimana bersyukur- memang memerlukan pemahaman dan kesadaran untuk apa kita berkorban -atau atas apa kita bersyukur. Orang yang mencintai jabatan; jabatan legislatif, misalnya, dan -atau karena- "memahami dan menyadari" betapa enaknya menjadi anggota DPR, tentu berbeda dengan mereka yang sama sekali tidak "cinta" atau "tidak paham" jabatan. Itulah sebabnya -wallahu a’lam-, banyak caleg yang itu-itu juga yang tampak dalam deretan "nomor topi". Mereka yang tidak "cinta" dan tidak memahami akan terheran-heran menyaksikan semangat berkorban yang begitu menggebu-gebu dari para caleg. Bukan hanya tenaga, pikiran, dan harta; bahkan persaudaraan pun sering dengan enteng mereka korbankan.

Seukur kecintaan dan pemahaman atau kesadaran itulah, besar kecilnya pengorbanan rela dipersembahkan. Orang yang hanya mencintai diri sendiri atau hanya memahami dan menyadari pentingnya diri sendiri tentu tidak dapat kita bayangkan bersedia mengorbankan sesuatu untuk yang lain. Orang yang tidak mencintai negara dan bangsanya atau tidak memahami dan menyadari pentingnya hal itu jangan harapkan mau berkorban untuk negara dan bangsanya. (Dan masya Allah, ternyata cukup banyak orang yang seperti ini, bukan? Banyak sekali orang yang merasa hidup di awang-awang sendiri, terlepas dari kaitan dengan negara dan bangsanya. Negara dan bangsa hanya dianggap perlu bagi urusan orasi dan agitasi. Banyak yang ingin senang sendiri; padahal jika dipikir, apa enaknya senang sendiri di negara yang terpuruk dan di tengah-tengah bangsa yang menderita).

Kecintaan yang terbesar yang segera dapat dipahami dan disadari hampir semua orang pastilah kecintaan kepada diri sendiri dan anak. Untuk dan demi diri sendiri dan anak inilah, kita sering menyatakan -dan bahkan membuktikan- bersedia mengorbankan "segalanya".

Sekarang bayangkan; Nabi Ibrahim a.s. yang bersedia dengan ikhlas hati mengorbankan nyawa belahan hatinya, anaknya sendiri dan Nabi Ismail a.s. yang bersedia dengan ikhlas mengorbankan dirinya. Adakah yang lebih berharga di dunia ini melebihi nyawa anak dan diri sendiri? Sikap tulus Nabi Ibrahim dan putranya seolah menjawab dengan tegas: "Ada. Ada yang jauh lebih berharga daripada itu. Yaitu, keridhaan Allah Sang Pencipta." Pengorbanan yang luar biasa dari manusia-manusia luar biasa -oleh kecintaan yang luar biasa- demi Yang Maha Luar Biasa.

Kita yang mengaku juga ingin mendapatkan ridha Tuhan kita, Allah SWT, wahai, seberapa besarkah kesediaan kita berkorban untuk hal-hal yang dapat mendekatkan diri kita kepada keridhaan-Nya. Berkorban untuk sesama, untuk negara dan bangsa, untuk agama? Untuk-Nya? Kiranya, jawabnya ada pada jawaban atas pertanyaan: sebesar apakah kecintaan kita kepada-Nya dan seberapa jauh pemahaman dan kesadaran kita.
Wallahu a’lam.
Share:

Perubahan atau Frustasi Politik?

Tumbangnya Orde Baru membawa angin segar demokrasi bagi rakyat Indonesia. Pemilu pertama dengan suara rakyat selepas masa Soeharto langsung diikuti oleh 48 partai politik (parpol). Keadaan tidak jauh berbeda dengan pemilu-pemilu sesudahnya; tahun 2004 diikuti oleh 24 parpol, dan tahun 2009 bertambah lagi menjadi 34 parpol.

Bagi sejumlah pihak, perjalanan demokrasi Indonesia, bagaimanapun, sudah merupakan sebuah perkembangan cukup baik; memang, benturan-benturan politik negara kita tidak sepanas negara yang sedang belajar demokrasi lainnya. Namun, bagi yang kontra, hal ini masih merupakan kelemahan, dalam hubungannya dengan etika politik para elit yang masih rendah.


Bersatu Melawan

Isu konfederasi untuk Pemilu 2014 telah terwacana dan sedang mengalami proses politiknya. Hal itu menjadi salah satu alternatif mengenai akan dibawa ke mana sistem demokrasi, mekanisme, dan tradisi berpolitik di Indonesia. Walaupun bukan ide baru, namun kemunculannya sekarang agaknya diuntungkan dengan adanya kejenuhan masyarakat akan sistem kepartaian.

Yang jadi persoalan adalah, jika kelak terbentuk, apa yang akan dilakukan oleh 'Konfederasi' selanjutnya? Apakah memang dimaksudkan untuk membentuk satu polar kekuatan politik demi rakyat banyak, atau tujuan lain? Isu ini mengingatkan pada kasus di Amerika Serikat tahun 1840-an: 'gerakan Know Nothing'.

Gerakan politik tersebut dibentuk sebagai reaksi salah satu kaum radikal atas adanya dominasi imigran Irlandia dan Jerman. Know Nothing dibentuk dalam rangka membendung imigran yang telah banyak merebut lapangan kerja dan posisi strategis bagi native (penduduk lama). Imigran dituding sebagai golongan yang merusak tatanan demokrasi, terlebih dengan kecenderungannya mendekat pada Partai Demokrat (Amerika).

Dengan intensifnya gerakan kaum yang 'tidak mengetahui apa-apa' ('know nothing') ini, pada akhirnya membuahkan hasil, dengan dukungan massa ekonomi lemah. Berbagai isu yang dihembuskan (agama, etnis, kewarganegaraan, ekonomi, dan demokrasi) begitu efektif menarik perhatian konstituen. Pada perkembangannya, gerakan massa—dengan nama resmi Partai Republik AS—ini meraih kemenangannya pada sejumlah pemilihan umum tahun 1850-an.

Dalam beberapa hal, wacana konfederasi parpol di Indonesia sekarang agaknya mirip dengan yang terjadi pada kasus Amerika hampir 2 abad silam tersebut: kekuatan politik sporadik berhadapan dengan sumberdaya besar.

Hal yang terjadi kemudian adalah, elemen sporadik melebur dalam satu gerakan baru. Cepatnya proses konsolidasi, pada tingkat elit, disebabkan oleh adanya persamaan kepentingan melawan dominasi imigran; dan, pada level konstituen, yang berkembang adalah isu populis massa mengambang.

Wacana konfederasi di negara kita, walaupun jelas tidak sama, namun serupa dengan kasus 'Know Nothing' dengan adanya satu kondisi, kejenuhan masyarakat atas tatanan yang dirasa tidak membawa dampak positif apapun. Pada tingkat elit, menandingi 'dominasi' lawan politik yang telah mapan menjadi landasan bersama; pada masyarakat menengah, penyederhanaan kepartaian dan perkembangan demokrasi menjadi isu menarik untuk meraih justifikasi; dan, pada level konstituen, adanya tampilan politik yang segar menjadi harapan akan adanya perubahan positif.

Komitmen Malu-malu

Kita punya pengalaman kepartaian masa Orde Baru dengan kebijakan fusi parpolnya. Beberapa kekuatan politik dilebur (fusi) menjadi dua parpol berbasis kaum nasionalis (PDI) dan agama (PPP), dan Golongan Karya. Dalam hal ini, ada sedikit perbedaan antara konfederasi dengan sistem fusi, di mana fusi lebih pada peleburan beberapa parpol dalam satu bentuk baru. Namun, konfederasi lebih condong sebagai kesepakatan membentuk satu gerakan politik, tanpa melebur dalam bentuk baru.

Beberapa kerumitan menjadi persoalan kemudian. Bedanya Know Nothing, pada awal pembentukannya, memang sudah terwacanakan kecenderungannya sebagai satu bentuk parpol. Lalu, apa yang dilakukan 'Konfederasi' pada saat dan setelah Pemilu kelak; dan bagaimana kekuatan politiknya jika masing-masing tetap dalam eksistensi lamanya itu?
Pertama, yang menjadi soal adalah komitmen parpol terhadap kepentingan masyarakat. Bentuk konfederasi, tanpa lebur, lebih terlihat sebagai konsolidasi elit mengumpulkan suara demi kursi parlemen. Lalu, mengapa tidak dari awal saja berkomitmen untuk membentuk satu parpol baru? Dengan demikian, tentu akan lebih menampilkan komitmen dalam membentuk tatanan baru; dan, akan mudah dinilai konstituen dalam pertanggungjawabannya sebagai sebuah parpol.

Kedua, konfederasi, yang mungkin akan ternaungi atas nama satu parpol motor konfederasi, tidak cukup menjamin stabilnya kepercayaan konstituen. Perbedaan platform antarparpol dan basisnya, memunculkan kemungkinan bahwa konstituen justru tidak memilihnya. Mungkin saja Gerindra dengan sumberdayanya memang dapat menggaet 6 parpol, bahkan, dengan rencananya 9 parpol. Namun, belum tentu basis massa parpol anggota serta-merta dapat dimobilisasi dengan mudah.

Munculnya kemungkinan akan adanya konfederasi berbasiskan agama pun membuat adanya persoalan ketiga, yaitu politik berbasis agama (sektarianisme). PAN, yang menjadi salah satu parpol pengusung ide konfederasi, bisa memiliki kecenderungan paling besar dalam pembentukan kutub politik berbasis agama. Namun, sekarang tampaknya bukan saatnya lagi untuk mengulang sejarah 'Poros Tengah'.

Perkembangan etika dan pengetahuan politik masyarakat akan dipertaruhkan jika yang terjadi kemudian adalah pengumpulan suara dengan isu keagamaan. Hal itu akan membentuk sebuah kondisi politik tidak sehat dan irasional. Politik semacam itu terjadi sebelum era reformasi, tidak perlu ada lagi. Hal keempat adalah, apa kiranya manuver yang akan dilakukan oleh kekuatan politik lainnya?

Tidak menutup kemungkinan parpol besar lain juga saling merapat sebagai antisipasi. Hal ini membikin kondisi yang sama saja; lawan yang dilawan semakin kuat. Ide “asimilasi parpol” ala Partai Demokrat (Indonesia) menjadi gejala yang cukup mudah dilihat. Belum lagi persoalan administratif lain seputar mekanisme dan prosedur pemilu dan setelahnya, RUU Pemilu 2014 misalnya, dalam kaitannya dengan bentuk konfederasi ini.

Kalau begini, tanggapan klasik lagi-lagi muncul, 'Inilah proses berkembangnya demokrasi pada suatu negara'. Memang tidak ada salahnya mencoba bentuk baru dalam rangka perkembangan dan reformasi politik. Namun, kita seharusnya dapat membaca pengalaman kita dan kasus-kasus di negara lain untuk memahami dan mempelajarinya demi kebaikan kita di masa depan. Di masanya, Machiavelli dan Marx secara konsisten memang pernah bilang bahwa apapun dapat dilakukan untuk mereformasi tatanan; namun, Mahatma Gandhi dan Abdurrahman Wahid juga dhawuh, bahwa perubahan oleh elit harus dilakukan dengan pikiran jernih dan demi orang banyak! Perubahan bukan hanya demi perubahan itu sendiri sebab kejenuhan. Hal itu justru tampak seperti frustrasi para outsiders.

Lalu, bagaimana? Satu hal yang sepatutnya menjadi dasar aktivitas politik. Bukan efisiensi dan efektivitas, atau kepraktisan dan biaya; namun dampak positif yang jelas bagi pewujudan kebutuhan masyarakat banyak, itulah yang harusnya menjadi prioritas!

oleh :
(Sayfa Auliya Achidsti adalah staf LESBUMI Yogyakarta, peneliti.)
Share:

Selasa, 09 November 2010

Hari Pahlawan... "Berjuang tanpa Penjajahan?"

Tanggal 10 Nopember diperingati sebagai Hari Pahlawan. Hari di mana para pejuang Indonesia mempertahankan……….

kedaulatan negara yang dicoba dirampas kembali kemerdekaannya oleh Belanda yang membonceng sekutu di kota Surabaya. Dalam pertempuran yang menewaskan banyak pejuang itu, Bung Karno pernah menyebutnya sebagai sebuah peristiwa heroik dengan semangat macan.
Memang mempertahankan kemerdekaan amat berat. Kita tahu bahwa hal itu adalah sebuah perjuangan yang dihiasi oleh darah dan air mata. Amat terasalah perjuangan itu ketika pertama-tama berada dalam situasi kemerdekaan. Memang benar tidak semudah merebutnya.

Kini situasi sudah jauh berubah. Tak ada lagi penjajahan sebab seluruh bangsa-bangsa di dunia ini sudah menjadi negara berdaulat dan kemerdekaaan sudah menjadi sebuah hal universal bagi seluruh negara di manapun itu.
Masalah yang kita hadapi adalah bagaimana mengisi dan mempertahankan kemerdekaaan. Semangat 10 Nopember adalah kekuatan untuk hal itu. Kita tahu bahwa persoalan yang kita hadapi sekarang ini adalah persoalan yang berat. Penjajah memang tak lagi datang, tetapi bahwa model lain dari penjajahan itu sudah menjadi persoalan kita sejak lama.
Generasi muda kita tanpa terasa dijajah oleh industrialisasi Kapitalis, mereka mabuk dalam pencarian identitas tanpa sadar masuk dalam perangkap Kapitalis.
Dari dalam diri kita sendiri, penjajah datang dalam bentuk kebuntuan cara berpikir. Persoalan besar kita adalah persoalan kemiskinan, kebodohan, kemelaratan politik serta apatisme. Orientasi ke masa depan hampir tidak ada. Kalau kita berjalan sampai ke pelosok dan pedalaman negeri ini, yang ada hanyalah ketidakmampuan mengerti dan merancang mengenai masa depan.
Hal ini berkaitan dengan cara berpikir. Kita terbiasa tidak mau berjuang sebab kita mewarisi sebuah negeri yang sudah merdeka. Kita terbiasa hidup dalam kenyamanan kemapanan yang ada. Sebab kita adalah negeri yang amat terbiasa hidup dalam kenyamanan kehidupan yang semu. Sejak kita merdeka, memang negara ini tidak pernah membangkitkan semangat. Kita selalu dihantui oleh ketakutan jika berpartisipasi akan menghadapi masalah dari negeri ini.
Maka yang terjadi kini adalah sebuah negara tanpa arah dan tanpa semangat. Perhatikanlah setiap anak-anak yang bersekolah. Mereka memang pergi dan pulang, tetapi tidak tahu mengenai apa artinya masa depan. Perhatikan mereka yang bekerja, tanyakan apa yang sedang dikerjakan, pastilah akan menjawab untuk kepentingan dan investasi keluarganya sendiri. Tanyakan pada para birokrat, apa yang sedang mereka lakukan, mereka pasti menjawab bagaimana supaya mereka bisa tetap memperoleh gaji tanpa harus repot-repot.
Setiap orang di negeri ini memang amat sulit memperoleh napas baru bernama semangat tadi. Bandingkan dengan mereka yang tanpa tedeng aling-aling berjuang, angkat senjata dan menyerahkan nyawanya 10 Nopember 1948 silam. Mereka bersedia menyerahkan apa saja, demi satu tujuan yang membakar semangat mereka, yaitu mempertahankan kemerdekaan negerinya.
Sudah saatnyalah elit politik dan pemimpin negeri ini berhenti berbicara mengenai diri dan mereka saja. Sudah saatnya yang dibicarakan adalah bagaimana menyelamatkan negeri ini supaya bisa bertahan. Harus jujur kita akui bahwa fondasi semangat negeri ini sudah sangat rapuh. Yang ada adalah disharmoni, perebutan dan intrik politik serta korupsi. Bangsa ini harus dibangkitkan kembali semangatnya untuk bangkit dan mempertahankan ancaman yang datangnya dari dalam diri kita sendiri. (***)
Share:

Rabu, 02 Juni 2010

Happy Birthday Pancasilaku ...

Masih ingat kah kita sewaktu masih dibangku sekolah yang setiap hari Senin pagi ada upacara menaikkan bendera Merah Putih, terus dilanjutkan dengan pembacaan Pancasila ...


PANCASILA

Ketuhanan Yang Maha Esa
Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia


Dalam rangka mengenang hari lahirnya Pancasila tgl 1 Juni 1945 , ada baiknya kita nyanyi bareng lagu Happy Birthday (to you ), seraya mengucapkan selamat panjang umurnya ...

Tahun 2010 ini adalah ultahnya menginjak usia yang ke 65... kalau diibaratkan manusia, maka usia tsb adalah usia yg sudah mature , menginjak usia senja yg menuju menjadi manula .
Walaupun sudah 65 tahun lamanya dipraktekkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia , tapi belum mencapai hasil yang maksimal. Bahkan mungkin malah lebih jauh dari yang diharapkan oleh founding fathers republik ini.


Pancasila adalah gagasan Pak Sukarno ( mantan presiden RI yang pertama ) yang dipidatokan pada 1 Juni 1945 untuk dijadikan Dasar Negara RI didepan BPUPKI , Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia .

Sudah beberapa kali pula negara kita ini mengalami guncangan pemberontakan maupun usaha2 penggulingan kekuasaan yang syah, ada usaha untuk menghapuskan Pancasila dari dasar negara kita. Namun Pancasila ini masih tegar .
Betulkah Dasar Negara R.I. itu memang Sakti adanya ? ( harap dibaca : tak mempan dibacok oleh senjata tajam atau ditembak dengan pelor )
Nyatanya setiap tanggal1 Oktober selalu diperingati sebagai Hari Kesaktian Pancasila .

Ada hal yang betul2 dirasakan belum sejalan dengan Pancasila ... ini menurut pengamat penulis belaka ialah : Sila ke 5 ... Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia





Negara Republik Indonesia itu sebenarnya adalah negara yang kaya raya . Punya deposit yang berjuta juta ton dari berbagai aneka bahan tambang, seperti minyak mentah, emas, tembaga, nikel, timah, batu bara dsbnya . Belum lagi hasil perkebunan maupun hutannya, apalagi hasil perikanannya. Sudahlah pokoknya negeri kita itu gemah ripah. Kekayaan alam kita tak ada taranya .

Seandainya saja semuanya itu bisa dikelola dengan baik. Dan hasil pengelolaan tersebut bisa dimanfaatkan oleh semua lapisan rakyat.. tentunya dalam pengertian, bahwa uang hasil pembangunan tersebut diawasi penggunaannya dengan baik serta disalurkan kembali ke masyarakat .

Hmmm aduhai ... terasa seperti mimpi disiang bolong ya ...

Sekarang mari kita tengok berapa besar income per capita bangsa awak ini ( per 2008 ) :

Ranking USD
31 Singapore 34,760
72 Malaysia 7,250
104 Thailand 3,670
122 Timor Leste 2,460
129 Phillipine 1,890
130 Indonesia 1,880
156 Vietnam 890
162 Cambodia 640



Masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan oleh bangsa kita ini, semoga saja pemerintah dan rakyat Indonesia bisa bangkit menjadi bangsa yang maju dan kuat ekonominya ...


Selamat Ulang Tahun Pancasilaku !

Sumber :
Wikipedia dan
http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_GNI_(nominal,_Atlas_method)_per_capita

Share:

Jumat, 12 Maret 2010

Jasad Dulmatin Wangi ?

Ba'asyir : Mengapa Jasad Dulmatin Wangi
Vivanews. Meski tidak mengenal betul sosok Dulmatin, Pimpinan Ponpes Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir menyakini bahwa Dulmatin bukanlah seorang teroris yang selama ini diburu polisi.



Menurutnya, Dulmatin adalah seorang mujahid, karena membela orang Islam yang tertindas di luar negeri. Kendati dinilai teroris, Ba'asyir mempersilahkan masyarakat tidak setuju dengan jihad cara Dulmatin.

"Silahkan masyarakat menilai, yang saya tahu mereka pejuang Islam, bukan teroris yang teroris adalah Amerika. Itu yang dibalik, maling teriak maling, tapi Indonesia taklid," kata Ba’asyir, Jumat, 12 Maret 2010.

Selain itu, menurut Ba'asyir berbeda jasad orang yang disebut teroris dengan jasad orang yang bukan teroris. Hal itu, dibuktikan dari jenazah Dulmatin dari kawan-kawan yang melihat langsung jenazahnya sebelum dimakamkan.

"Saya dengar dari kawan-kawan di sana yang melihat jenazah Dulmatin. Baunya wangi dan darah masih mengalir. Kenapa demikian, itu membuktikan kalau teroris lima menit setelah mati pasti busuk," kata Ba'asyir.

Meski simpati dengan aksinya melawan Amerika, tapi dia mengaku jihad yang dilakukan Dulmatin keliru.

Seperti diketahui, Dulmatin dipastikan tewas setelah di tembak oleh tim Densus 88 di Pamulang, Tangerang Banten pada Selasa 9 Maret 2010, bersama tiga orang yang diduga teroris.

Penangkapan Dulmatin berawal dari penyergapan sejumlah kelompok teroris di Aceh Besar yang merupakan kelompok teroris Pamulang.

Saat ini, jenazah Dulmatin Tersangka teroris Dulmatin telah dipulangkan ke Pemalang, Jaw Tengah subuh tadi. Menurut rencana, jasad Dulmatin alias Joko Pitono akan dimakamkan pukul 08.00 WIB.

Dikutip dari tvOne, Jumat 12 Maret 2010, jasad Dulmatin saat ini disemayamkan di kediaman keluarga di Jalan Garuda Pasar Patarukan, Jawa Tengah.

Informasi yang diperoleh, pukul 8.00 WIB Dulmatin akan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Lenong, Kelurahan Lenong. Pemakaman ini berjarak sekitar 5 kilometer dari kediaman keluarga.

Proses pemakaman ini diawali dengan upacara pelepasan oleh seluruh keluarga besar Dulmatin. Iringan takbir pun lantang disuarakan sekelompok orang bersama keluarga.

Share:

Minggu, 21 Februari 2010

Di Balik Puasa Sunnah Senin-Kamis

Mengapa Nabi Muhammad SAW menganjurkan kita mesti puasa sunnah pada tiap hari Senin dan Kamis? Dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Segala amal perbuatan manusia pada hari Senin dan Kamis akan diperiksa oleh malaikat, karena itu aku senang ketika amal perbuatanku diperiksa aku dalam kondisi berpuasa.” (HR. Tirmidzi)

Puasa yang dilakukan secara rutin dapat memberikan banyak manfaat bagi fisik/lahiriah maupun jiwa/bathiniah.

Hal ini juga diakui oleh beberapa orang ahli dari Barat yang non-muslim, seperti Allan Cott M.D (Amerika), Dr. Yuri Nikolayev (Rusia) dan Alvenia M. Fulton (Amerika).

Allan Cott M.D bahkan telah membukukan beberapa hikmah dari puasa ke dalam sebuah buku yang berjudul Why Fast?

Berikut adalah beberapa hikmah dari puasa yang diambil dari buku Why Fast? :

1. To feel better physically and mentally (merasa lebih baik secara fisik dan mental)
2. To look and fell younger (supaya terlihat dan merasa lebih muda)
3. To clean out the body (membersihkan badan)
4. To lower blood pressure and cholesterol levels (menurunkan tekanan darah dan kadar lemak)
5. To get more out of sex (lebih mampu mengendalikan sex)
6. To let the body health itself (membuat tubuh sehat dengan sendirinya)
7. To relieve tension (mengendorkan/melapaskan ketegangan jiwa)
8. To sharp the senses (menajamkan fungsi indrawi)
9. To gain control of oneself (memperoleh kemampuan mengendalikan diri sendiri)
10. To slow the aging process (memperlambat proses penuaan)

Sementara itu, Dr. Yuri Nikolayev berpendapat bahwa kemampuan puasa yang bisa membuat seseorang menjadi awet muda adalah sebagai suatu penemuan terbesar abad ini. Beliau mengatakan: “What do you think is the most important discovery in our time? The radioactive watches? Exocet bombs? In my opinion the bigest discovery of our time is the ability to make onself younger phisically, mentally and spiritually through rational fasting.”
(Menurut pendapat Anda, apakah penemuan terpenting pada abad ini? Jam radioaktif? Bom exoset? Menurut pendapat saya, penemuan terbesar dalam abad ini ialah kemampuan seseorang membuat dirinya tetap awet muda secara fisik, mental, dan spiritual, melalui puasa yang rasional).

Alvenia M. Fulton, Direktur Lembaga Makanan Sehat “Fultonia” di Amerika Serikat menyatakan bahwa puasa adalah cara terbaik untuk memperindah dan mempercantik perempuan secara alami. Puasa menghasilkan kelembutan pesona dan daya pikat. Puasa menormalkan fungsi-fungsi kewanitaan dan membentuk kembali keindahan tubuh (fasting is the ladies best beautifier, it brings grace charm and poice, it normalizes female functions and reshapes the body contour).

Ketiga orang ahli tersebut yang notabene adalah non-muslim bahkan mengakui kehebatan dari puasa. Mengapa kita yang muslim justru terkadang melalaikannya? Padahal jelas sekali Rasulullah telah bersabda seperti di atas tersebut.

Mari kita mulai berpuasa, jangan menunggu hingga Ramadhan tiba untuk berpuasa karena belum tentu usia kita akan sampai ke Ramadhan mendatang. Mari kita mulai dengan puasa sunnah Senin-Kamis.
Semoga ALLAH SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah-NYA kepada kita semua. Amiin ya Rabb al-’Alamin..

Share:

Kamis, 18 Februari 2010

Pesantren, Jihad dan Teror

Oleh: A. Mustofa Bisri

Sebagai orang yang dibesarkan di pesantren, sama sekali saya tidak kaget mendengar pesantren dikait-kaitkan oleh pejabat tinggi negeri ini dengan teroris. Kita maklum belaka kebiasaan berpikir lugu kebanyakan petinggi kita yang gampang mengait-ngaitkan masalah dan suka dengan spontan menunjuk-nunjuk pihak lain.

Inilah cara yang paling sederhana untuk menghindar dari dan sekaligus menunjukkan tanggung jawab. Bahkan saya tidak kaget kalau spontanitas sederhana pejabat tinggi itu kemudian menjadi semacam kebijaksanaan yang diikuti membabi-buta oleh bawahan-bawahannya. Saya juga tidak kaget kalau pada gilirannya pers meramai-kembangkan hal itu

Boleh jadi petinggi yang bersangkutan memang mendengar pengakuan salah satu atau beberapa pelaku teror yang tertangkap, atau melihat dokumen yang ditemukan yang menunjukkan bahwa ada tersangka teroris yang mengaku jebolan pesantren. Apalagi bila pejabat tinggi itu termasuk yang termakan opini bahwa sumber teror adalah dari pemahaman ajaran Islam, maka pesantren yang diketahui merupakan tempat pendidikan agama Islam akan tampak logis dijadikan kambing hitam.

Saya yakin semua orang tahu bahwa saat ini jenis pesantren banyak sekali. Bahkan –seiring banyaknya kiai tiban— banyak pula pesantren tiban. Dan pesantren yang disebut ‘salaf’ –katakanlah pesantren yang ‘asli’— baik yang kemudian menamakan diri sebagai pesantren modern atau yang disebut orang tradisional, sudah memiliki jati diri sendiri yang tidak mudah dikagetkan oleh kepanikan orang --termasuk pejabat-- yang panikan.

Sejak mula pesantren ‘salaf’ meyakini suatu akidah pemikiran ahlussunnah wal jamaah yang bercirikan tawassuth wal i’tidaal, tengah-tengah dan jejeg, dengan missi melanjutkan missi Rasululullah SAW rahmatan lil ‘aalamiin, menebar kasih sayang ke semesta alam. Pesantren yang masih merupakan mayoritas ini, masih dipimpin dan diasuh oleh kiai-kiai –dengan sedikit pengecualian-- yang yanzhuruuna ilal ummah bi ‘ainirrahmah, yang memandang umat dengan mata kasih sayang. Bersikap lemah lembut kepada sesama seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Ajarannya juga masih tetap Addiinu annashiihah liLlahi walikitaabihi walirasuulihi waliaimmatil muslimiin wa’aammatihim, berlaku baik terhadap Allah dengan membenarkan keyakinan dan ikhlas beribadah kepadaNya; berlaku baik terhadap kitabNya dengan mempercayai dan mengamalkan isinya; berlaku baik terhadap rasulNya dengan mempercayai risalahnya dan mengikuti ajaran dan perintahnya; berlaku baik terhadap para pemimpin dengan mentaati mereka dalam kebenaran dan menasehati mereka bila nyeleweng; berlaku baik terhadap umumnya umat dengan menunjukkan kebaikan kepada mereka dalam urusan dunia maupun akherat.

Namun kalangan pesantren –termasuk organisasinya seperti RMI dan NU—bisa mengambil hikmah dari dikait-kaitkannya pesantren dengan terorisme ini. Minimal hal ini dapat menyadarkan mereka bahwa ketika dunia dikuasai ‘ideologi-ideologi’ ekstrem seperti sekarang, ‘ideologi’ mereka yang tawassuth wal i’tidaal berasaskan kasihsayang sangat sangat dibutuhkan. Dan pada gilirannya mendorong mereka untuk lebih menampilkan jati diri mereka sebagai pelopor pemikiran dan sikap jejeg dan tengah-tengah, menebarkan rahmatan lil’aalamiin; serta lebih aktif menjelaskan pemahaman yang benar tentang ajaran Rasulullah SAW melalui lisan, tulisan, maupun tindakan, tidak saja kepada pihak luar, tapi juga kepada kalangan sendiri yang masih belum benar-benar bisa memahami samhatal Islam, kelapangan Islam.

Kalangan pesantren mesti mengkaji ulang dan memperbaiki cara mereka mulang dan memberi pengajian. Karena ternyata belakangan banyak konsep-konsep keliru yang laris manis justru karena dikemas dan diajarkan dengan cara yang canggih. Soal ‘jihad’ misalnya. Ternyata istilah yang sudah ‘ma’lumun fiddiini bidhdharurah’ di kalangan pesantren ini, kini masih ada yang mempersoalkan atau dipersoalkan lagi akibat adanya pemahaman baru yang bukan saja merusak maknanya, tapi juga merusak citra Islam itu sendiri.

Bukan saja jihad diartikan hanya sebagai qitaal, perang, tapi jihad dan qitaal itu sendiri sudah tercerabut dari gandengannya yang tidak boleh dipisahkan: fii sabiiliLlah. Qitaal –fii sabiiliLlah sekalipun-- yang tidak mengikuti jalan Allah, sama saja dengan teror! Sama dengan amar-makruf-nahi-munkar yang seharusnya dilakukan secara makruf, kini sudah ada yang melakukannya dengan cara yang mungkar; demikian juga jihad sudah ada yang melucuti sabiiliLlah-nya. Berjuang di jalan Allah tanpa mengindahkan jalan Allah. Jihad dengan Quran --sebagaimana difirmankan Allah “Wajaahidhum bihi jihaadan kabiiran” ,“Berjuanglah terhadap mereka dengannya (Quran) dengan jihad yang besar” (Q. 25: 52)— yang menebarkan rahmat dan kehidupan, kini kalah populer oleh ‘jihad’ dengan bom yang menebarkan laknat dan kematian.

Waba’du; akan halnya teror itu sendiri yang menjadi biang masalah, saya sudah pernah menulis dan mengatakan antara lain bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teror berarti: 1. perbuatan (pemerintahan dsb) yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dsb); 2. usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.

Jadi apakah itu pemerintah, perorangan, atau golongan bisa melakukan teror. Pemerintah kolonialis Belanda dan Jepang yang melakukan teror terhadap rakyat Indonesia kemudian ditiru oleh pemerintah orde baru, terutama di awal-awal kekuasaannya. (Anda masih ingat menjelang pemilu tahun 1971? Pemerintah yang didukung oleh ABRI waktu itu melakukan teror yang luar biasa kejam kepada rakyatnya sendiri. Penculikan, penyiksaan, penindasan, dan hal-hal lain yang mengerikan dilakukan oleh aparat pemerintah. Masih ingat lembaga atau apa yang bernama Babinsa –bersama koramil—yang tahun 70-an menjadi momok di daerah-daerah karena kebengisannya?).

Di luar Indonesia, sampai saat ini pemerintah Amerika masih terus meneror dunia dengan tindakan-tindakannya terhadap ‘negara-negara kecil’ seperti Afganistan, Irak, Iran, Syria yang dianggapnya tidak manut kepada negara adi daya itu. Pemerintah Israel meneror Yasser Arafat dan rakyat Palestina. Dan kebetulan negara-negara sasaran itu dikenal sebagai negara-negara kaum muslimin. Dua pemerintahan yang saling mendukung itulah antara lain yang --dengan ketidakadilan alias kezaliman mereka-- melahirkan ‘teroris-teroris gelandangan’ dimana-mana. Pihak kecil yang gregetan dan frustasi terhadap kezaliman pihak yang kuat seringkali kalap dan menjadi zalim pula. Kezaliman melahirkan kezaliman dan kedua-duanya melahirkan kegelapan.

Khusus di republik yang tertatih-tatih oleh timbunan utang, koruptor, dan seabrek masalah ini, merekrut ‘pejuang teror’ kiranya jauh lebih mudah dari pada menangkap teroris. Disini orang kecil atau rakyat yang bodoh dan melarat banyak, orang besar atau pemimpin yang korup dan tak bertanggungjawab juga banyak. Disini untuk beberapa ribu rupiah, akal bisa hilang dan nyawa bisa melayang. Bayangkan bila ada doktrin yang bisa meyakinkan kepada orang yang sudah sedemikian sumpeknya terhadap kehidupan dunia ini, bahwa bila dia mau mengorbankan nyawanya, dia bukan sekedar akan mendapat beberapa ribu rupiah, tapi akan mendapatkan kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang berbahagia tanpa rasa takut dan susah. Sorga.

Menurut saya, teroris akan mudah –bahkan mungkin hanya bisa—dikikis oleh sikap adil penguasa. Saya yakin Amerika akan bisa tidur tenang, bila mereka tidak memilih pemimpin zalim semacam Bush. Dan disini, di negeri ini, doktrin teroris macam Noordin M. Top tidak akan laku, bila pemerintah lebih serius memikirkan kesejahteraan rakyatnya dan para pemimpin agama serius membimbing ke arah penguatan dan pengkayaan batin mereka.
Wallahu a’lam.



Share:

Senin, 08 Februari 2010

FID-DUNYA HASANAH WAFIL-AKHIRATI HASANAH

Oleh: A. Mustofa Bisri

Kepentingan pembangunan–seperti juga pada jaman revolusi, yaitu kepentingan revolusi–ternyata tidak hanya memerlukan dalil aqli, tapi juga dalil naqli. Apalagi jika masyarakat menjadi subyek–atau obyek–pembangunan justru “kaum beragama”.


Apabila pembangunan itu menitikberatkan pada pembangunan material (kepentingan duniawi), meski konon tujuannya material dan spiritual (kepentingan akhirat), maka perlu dicarikan dalil-dalil tentang pentingnya materi. Minimal pentingnya menjaga “keseimbangan” antara keduanya (material bagi kehidupan dunia dan spiritual bagi kehidupan akhirat).

Maka, dalil-dalil tentang mencari–atau setidak-tidaknya tentang peringatan untuk tidak melupakan–kesejahteraan dunia, pun perlu “digali” untuk digalakkan sosialisasinya.

Tak jarang semangat ingin berpartisipasi dalam pembangunan material-- yang menjadi titik berat pembangunan– ini mendorong para dai dan kyai justru melupakan kepentingan spiritual bagi kebahagiaan akhirat. Atau, setidaknya, kurang proporsional dalam melihat kedua kepentingan itu.

Ketika berbicara tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, biasanya para dai tidak cukup menyitir doa sapu jagat saja: Rabbanaa aatinaa fid-dunya hasanah wa fil akhirati hasanah. Biasanya, mereka juga tak lupa membawakan Hadist popular ini: I'mal lidunyaaka kaannaka ta'iesyu abadan wa'mal liakhiratika kaannaka tamuutu ghadan, yang galibnya berarti “Beramallah kamu untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup abadi dan beramallah kamu untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok pagi”. Kadang-kadang, dirangkaikan pula dengan firman Allah dalam Surat al-Qashash (28), ayat 77:“Wabtaghi fiimaa aataakallahu 'd-daaral aakhirata walaa tansanashiebaka min ad-dunya....” yang menurut terjemahan Depag diartikan,“Dan carikan pada apa yang dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaan dari (kenikmatan) duniawi…”.


Umumnya orang–sebagaimana para dainya–segera memahami dalil-dalil tersebut sebagai anjuran untuk giat bekerja demi kesejahteraan di dunia dan giat beramal demi kebahagiaan di akhirat.

Kita yang umumnya–tak usah dianjurkan pun–sudah senang “beramal” untuk kesejahteraan duniawi, mendengarkan dalil-dalil ini rasanya seperti mendapat pembenar, bahkan pemacu kita untuk lebih giat lagi bekerja demi kebahagiaan duniawi kita.

Lihat dan hitunglah jam-jam kesibukan kita. Berapa persen yang untuk dunia dan berapa persen untuk yang akhirat kita? Begitu semangat–bahkan mati-matian–kita dalam bekerja untuk dunia kita, hingga kelihatan sekali kita memang beranggapan bahwa kita akan hidup abadi di dunia ini.

Kita bisa saja berdalih bahwa jadwal kegiatan kita sehari-hari yang tampak didominasi kerja-kerja duniawi, sebenarnya juga dalam rangka mencari kebahagiaan ukhrawi. Bukankah perbuatan orang tergantung pada niatnya, “Innamal a'maalu binniyyaat wa likullimri-in maa nawaa.” Tapi, kita tentu tidak bisa berdusta kepada diri kita sendiri. Amal perbuatan kita pun menunjukkan belaka akan niat kita yang sebenarnya.

Padahal, meski awal ayat 77 Surat sl-Qashash tersebut mengandung “peringatan” agar jangan melupakan (kenikmatan) dunia, “peringatan” itu jelas dalam konteks perintah untuk mencari kebahagiaan akhirat. Seolah-olah Allah– wallahu a'lam– “sekadar” memperingatkan, supaya dalam mencari kebahagiaan akhirat janganlah lalu kenikmatan duniawi yang juga merupakan anugerah-Nya ditinggalkan. (Bahkan, menurut tafsir Ibn Abbas,“Walaa tansa nasiibaka min ad-dunya” diartikan “Janganlah kamu tinggalkan bagianmu dari akhirat karena bagianmu dari dunia”).

Juga dalil I'mal lidunyaaka… --seandainya pun benar merupakan Hadist shahih–mengapa tidak dipahami, misalnya,“Beramallah kamu untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup abadi.” Nah, karena kamu akan hidup abadi, jadi tak usah ngongso dan ngoyo, tak perlu ngotot. Sebaliknya, untuk akhiratmu, karena kamu akan mati besok pagi, bergegaslah. Dengan pemahaman seperti ini, kiranya logika hikmahnya lebih kena.

Sehubungan dengan itu, ketika kita mengulang-ulang doa,“Rabbanaa aatina fid-dunya hasanah wa fil-akhirati hasanah,” bukankah kita memang sedang mengharapkan kebahagiaan (secara materiil) di dunia dan kebahagiaan (surga) di akhirat, tanpa mengusut lebih lanjut, apakah memang demikian arti sebenarnya dari hasanah, khususnya hasanah fid-dunya itu?

Pendek kata, jika tak mau mengartikan dalil-dalil tersebut sebagai anjuran berorientasi pada akhirat, bukankah tidak lebih baik kita mengartikan saja itu sebagai anjuran untuk memandang dunia dan akhirat secara proporsional (berimbang yang tidak mesti seimbang).

Memang, repotnya, kini kita sepertinya sudah terbiasa berkepentingan dulu sebelum melihat dalil, dan bukan sebaliknya. Wallahu a'lam.

Share:
Copyright © Kangjeri's Blog | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com