Orang yang gak pintar-pintar..

Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pendidikan. Tampilkan semua postingan

Senin, 22 Mei 2017

WARISAN

Ini adalah tulisan anak Siswi SMA Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur, itu menyoroti soal identitas, baik agama, suku, ras, maupun kebangsaan, adalah warisan dari orang tua. Dia mengajak seluruh warga negara Indonesia menghayati Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sehingga kehidupan toleransi hidup beragama tetap terjaga...
berikut tulisannya yang saya copas dari halaman facebook pribadinya..

WARISAN
 
Kebetulan saya lahir di Indonesia dari pasangan muslim, maka saya beragama Islam. Seandainya saja saya lahir di Swedia atau Israel dari keluarga Kristen atau Yahudi, apakah ada jaminan bahwa hari ini saya memeluk Islam sebagai agama saya? Tidak.
Saya tidak bisa memilih dari mana saya akan lahir dan di mana saya akan tinggal setelah dilahirkan.
Kewarganegaraan saya warisan, nama saya warisan, dan agama saya juga warisan.
Untungnya, saya belum pernah bersitegang dengan orang-orang yang memiliki warisan berbeda-beda karena saya tahu bahwa mereka juga tidak bisa memilih apa yang akan mereka terima sebagai warisan dari orangtua dan negara.
.
Setelah beberapa menit kita lahir, lingkungan menentukan agama, ras, suku, dan kebangsaan kita. Setelah itu, kita membela sampai mati segala hal yang bahkan tidak pernah kita putuskan sendiri.
.
Sejak masih bayi saya didoktrin bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Saya mengasihani mereka yang bukan muslim, sebab mereka kafir dan matinya masuk neraka.
Ternyata,
Teman saya yang Kristen juga punya anggapan yang sama terhadap agamanya. Mereka mengasihani orang yang tidak mengimani Yesus sebagai Tuhan, karena orang-orang ini akan masuk neraka, begitulah ajaran agama mereka berkata.
Maka,
Bayangkan jika kita tak henti menarik satu sama lainnya agar berpindah agama, bayangkan jika masing-masing umat agama tak henti saling beradu superioritas seperti itu, padahal tak akan ada titik temu.
Jalaluddin Rumi mengatakan, "Kebenaran adalah selembar cermin di tangan Tuhan; jatuh
dan pecah berkeping-keping. Setiap orang memungut kepingan itu,
memperhatikannya, lalu berpikir telah memiliki kebenaran secara utuh."
.
Salah satu karakteristik umat beragama memang saling mengklaim kebenaran agamanya. Mereka juga tidak butuh pembuktian, namanya saja "iman".
Manusia memang berhak menyampaikan ayat-ayat Tuhan, tapi jangan sesekali coba menjadi Tuhan. Usah melabeli orang masuk surga atau neraka sebab kita pun masih menghamba.
.
Latar belakang dari semua perselisihan adalah karena masing-masing warisan mengklaim, "Golonganku adalah yang terbaik karena Tuhan sendiri yang mengatakannya".
Lantas, pertanyaan saya adalah kalau bukan Tuhan, siapa lagi yang menciptakan para Muslim, Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, bahkan ateis dan memelihara mereka semua sampai hari ini?
.
Tidak ada yang meragukan kekuasaan Tuhan. Jika Dia mau, Dia bisa saja menjadikan kita semua sama. Serupa. Seagama. Sebangsa.
Tapi tidak, kan?
.
Apakah jika suatu negara dihuni oleh rakyat dengan agama yang sama, hal itu akan menjamin kerukunan? Tidak!
Nyatanya, beberapa negara masih rusuh juga padahal agama rakyatnya sama.
Sebab, jangan heran ketika sentimen mayoritas vs. minoritas masih berkuasa, maka sisi kemanusiaan kita mendadak hilang entah kemana.
.
Bayangkan juga seandainya masing-masing agama menuntut agar kitab sucinya digunakan sebagai dasar negara. Maka, tinggal tunggu saja kehancuran Indonesia kita.
.
Karena itulah yang digunakan negara dalam mengambil kebijakan dalam bidang politik, hukum, atau kemanusiaan bukanlah Alquran, Injil, Tripitaka, Weda, atau kitab suci sebuah agama, melainkan Pancasila, Undang-Undang Dasar '45, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam perspektif Pancasila, setiap pemeluk agama bebas meyakini dan menjalankan ajaran agamanya, tapi mereka tak berhak memaksakan sudut pandang dan ajaran agamanya untuk ditempatkan sebagai tolak ukur penilaian terhadap pemeluk agama lain. Hanya karena merasa paling benar, umat agama A tidak berhak mengintervensi kebijakan suatu negara yang terdiri dari bermacam keyakinan.
.
Suatu hari di masa depan, kita akan menceritakan pada anak cucu kita betapa negara ini nyaris tercerai berai bukan karena bom, senjata, peluru, atau rudal, tapi karena orang-orangnya saling mengunggulkan bahkan meributkan warisan masing-masing di media sosial.
Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan.
.
Kita tidak harus berpikiran sama, tapi marilah kita sama-sama berpikir.
© Afi Nihaya Faradisa


Share:

Jumat, 14 Januari 2011

Seks kamasutra dalam Islam

Sebagai bagian dari fitrah kemanusiaan, Islam tidak pernah memberangus hasrat seksual. Islam memberikan panduan lengkap agar seks bisa tetap dinikmati seorang muslim tanpa harus kehilangan ritme ibadahnya.
Bulan Syawal, bagi umat Islam Indonesia, bisa dibilang sebagai musim kawin. Anggapan ini tentu bukan tanpa alasan. Kalangan santri dan muhibbin biasanya memang memilih bulan tersebut sebagai waktu untuk melangsungkan aqad nikah.
Kebiasaan tersebut tidak lepas dari anjuran para ulama yang bersumber dari ungkapan Sayyidatina Aisyah binti Abu Bakar Shiddiq yang dinikahi Baginda Nabi pada bulan Syawwal. Ia berkomentar,

“Sesungguhnya pernikahan di bulan Syawwal itu penuh keberkahan dan mengandung banyak kebaikan.”
Namun, untuk menggapai kebahagiaan sejati dalam rumah tangga tentu saja tidak cukup dengan menikah di bulan Syawwal. Ada banyak hal yang perlu dipelajari dan diamalkan secara seksama oleh pasangan suami istri agar meraih ketentraman (sakinah), cinta (mawaddah) dan kasih sayang (rahmah), baik lahir maupun batin. Salah satunya –dan yang paling penting– adalah persoalan hubungan intim atau dalam bahasa fiqih disebut jima’.
Sebagai salah tujuan dilaksanakannya nikah, hubungan intim –menurut Islam– termasuk salah satu ibadah yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala yang sangat besar. Karena jima’ dalam ikatan nikah adalah jalan halal yang disediakan Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani dan menyambung keturunan bani Adam.
Selain itu jima’ yang halal juga merupakan iabadah yang berpahala besar. Rasulullah SAW bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah kita mendapat pahala dengan menggauli istri kita?.” Rasulullah menjawab, “Bukankah jika kalian menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan berpahala.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah)
Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itu lah setiap hubungan seks dalam rumah tangga harus bertujuan dan dilakukan secara Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW.
Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam Ath-Thibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), sesuai dengan petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan: memelihara keturunan dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila mendekam di dalam tubuh akan berbahaya, dan meraih kenikmatan yang dianugerahkan Allah.
Ulama salaf mengajarkan, “Seseorang hendaknya menjaga tiga hal pada dirinya: Jangan sampai tidak berjalan kaki, agar jika suatu saat harus melakukannya tidak akan mengalami kesulitan; Jangan sampai tidak makan, agar usus tidak menyempit; dan jangan sampai meninggalkan hubungan seks, karena air sumur saja bila tidak digunakan akan kering sendiri.
.
Wajahnya Muram
Muhammad bin Zakariya menambahkan, “Barangsiapa yang tidak bersetubuh dalam waktu lama, kekuatan organ tubuhnya akan melemah, syarafnya akan menegang dan pembuluh darahnya akan tersumbat. Saya juga melihat orang yang sengaja tidak melakukan jima’ dengan niat membujang, tubuhnya menjadi dingin dan wajahnya muram.”
Sedangkan di antara manfaat bersetubuh dalam pernikahan, menurut Ibnu Qayyim, adalah terjaganya pandangan mata dan kesucian diri serta hati dari perbuatan haram. Jima’ juga bermanfaat terhadap kesehatan psikis pelakunya, melalui kenikmatan tiada tara yang dihasilkannya.
.
Puncak kenikmatan bersetubuh tersebut dinamakan orgasme atau faragh. Meski tidak semua hubungan seks pasti berujung faragh, tetapi upaya optimal pencapaian faragh yang adil hukumnya wajib. Yang dimaksud faragj yang adil adalah orgasme yang bisa dirasakan oleh kedua belah pihak, yakni suami dan istri.
Mengapa wajib? Karena faragh bersama merupakan salah satu unsur penting dalam mencapai tujuan pernikahan yakni sakinah, mawaddah dan rahmah. Ketidakpuasan salah satu pihak dalam jima’, jika dibiarkan berlarut-larut, dikhawatirkan akan mendatangkan madharat yang lebih besar, yakni perselingkuhan. Maka, sesuai dengan prinsip dasar islam, la dharara wa la dhirar (tidak berbahaya dan membahayakan), segala upaya mencegah hal-hal yang membahayakan pernikahan yang sah hukumnya juga wajib.
Namun, kepuasan yang wajib diupayakan dalam jima’ adalah kepuasan yang berada dalam batas kewajaran manusia, adat dan agama. Tidak dibenarkan menggunakan dalih meraih kepuasan untuk melakukan praktik-praktik seks menyimpang, seperti anu (liwath) yang secara medis telah terbukti berbahaya. Atau penggunaan kekerasaan dalam aktivitas seks (mashokisme), baik secara fisik maupun mental, yang belakangan kerap terjadi.
Maka, sesuai dengan kaidah ushul fiqih “ma la yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajibun” (sesuatu yang menjadi syarat kesempurnaan perkara wajib, hukumnya juga wajib), mengenal dan mempelajari unsur-unsur yang bisa mengantarkan jima’ kepada faragh juga hukumnya wajib.
Bagi kaum laki-laki, tanda tercapainya faragh sangat jelas yakni ketika jima’ sudah mencapai fase ejakulasi atau keluar mani. Namun tidak demikian halnya dengan kaum hawa’ yang kebanyakan bertipe “terlambat panas”, atau –bahkan— tidak mudah panas. Untuk itulah diperlukan berbagai strategi mempercepatnya.
Dan, salah satu unsur terpenting dari strategi pencapaian faragh adalah pendahuluan atau pemanasan yang dalam bahasa asing disebut foreplay (isti’adah). Pemanasan yang cukup dan akurat, menurut para pakar seksologi, akan mempercepat wanita mencapai faragh.
Karena dianggap amat penting, pemanasan sebelum berjima’ juga diperintahkan Rasulullah SAW. Beliau bersabda,
“Janganlah salah seorang di antara kalian menggauli istrinya seperti binatang. Hendaklah ia terlebih dahulu memberikan pendahuluan, yakni ciuman dan cumbu rayu.” (HR. At-Tirmidzi).
Ciuman dalam hadits diatas tentu saja dalam makna yang sebenarnya. Bahkan, Rasulullah SAW, diceritakan dalam Sunan Abu Dawud, mencium bibir Aisyah dan mengulum lidahnya. Dua hadits tersebut sekaligus mendudukan ciuman antar suami istri sebagai sebuah kesunahan sebelum berjima’.
Ketika Jabir menikahi seorang janda, Rasulullah bertanya kepadanya, “Mengapa engkau tidak menikahi seorang gadis sehingga kalian bisa saling bercanda ria? …yang dapat saling mengigit bibir denganmu.” HR. Bukhari (nomor 5079) dan Muslim (II:1087).
.
Bau Mulut
Karena itu, pasangan suami istri hendaknya sangat memperhatikan segala unsur yang menyempurnakan fase ciuman. Baik dengan menguasai tehnik dan trik berciuman yang baik, maupun kebersihan dan kesehatan organ tubuh yang akan dipakai berciuman. Karena bisa jadi, bukannya menaikkan suhu jima’, bau mulut yang tidak segar justru akan menurunkan semangat dan hasrat pasangan.
Sedangkan rayuan yang dimaksud di atas adalah semua ucapan yang dapat memikat pasangan, menambah kemesraan dan merangsang gairah berjima’. Dalam istilah fiqih kalimat-kalimat rayuan yang merangsang disebut rafats, yang tentu saja haram diucapkan kepada selain istrinya.
Selain ciuman dan rayuan, unsur penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri, seluruh bagian tubuh adalah obyek yang halal untuk disentuh, termasuk kemaluan. Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’. Demikian Ibnu Taymiyyah berpendapat.
Syaikh Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari,
“Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”
Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk menambah kualitas jima’, suami istri diperbolehkan pula menanggalkan seluruh pakaiannya. Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalm satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.
Diperbolehkan bagi pasangan suami istri yang tengah berjima’ untuk mendesah. Karena desahan adalah bagian dari meningkatkan gairah. Imam As-Suyuthi meriwayatkan, ada seorang qadhi yang menggauli istrinya. Tiba-tiba sang istri meliuk dan mendesah. Sang qadhi pun menegurnya. Namun tatkala keesokan harinya sang qadhi mendatangi istrinya ia justru berkata, “Lakukan seperti yang kemarin.”
Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi posisi dalam berhubungan seks. Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji. Bukan yang lainnya.
Allah SWT berfirman,
“Istri-istrimu adalah tempat bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” QS. Al-Baqarah (2:223).
.
Posisi Ijba’
Menurut ahli tafsir, ayat ini turun sehubungan dengan kejadian di Madinah. Suatu ketika beberapa wanita Madinah yang menikah dengan kaum muhajirin mengadu kepada Rasulullah SAW, karena suami-suami mereka ingin melakukan hubungan seks dalam posisi ijba’ atau tajbiyah.
Ijba adalah posisi seks dimana lelaki mendatangi farji perempuan dari arah belakang. Yang menjadi persoalan, para wanita Madinah itu pernah mendengar perempuan-perempuan Yahudi mengatakan, barangsiapa yang berjima’ dengan cara ijba’ maka anaknya kelak akan bermata juling. Lalu turunlah ayat tersebut.
Terkait dengan ayat 233 Surah Al-Baqarah itu Imam Nawawi menjelaskan, “Ayat tersebut menunjukan diperbolehkannya menyetubuhi wanita dari depan atau belakang, dengan cara menindih atau bertelungkup. Adapun menyetubuhi melalui dubur tidak diperbolehkan, karena itu bukan lokasi bercocok tanam.” Bercocok tanam yang dimaksud adalah berketurunan.
.
Muhammad Syamsul Haqqil Azhim Abadi dalam ‘Aunul Ma’bud menambahkan, “Kata ladang (hartsun) yang disebut dalam Al-Quran menunjukkan, wanita boleh digauli dengan cara apapun : berbaring, berdiri atau duduk, dan menghadap atau membelakangi..”
Demikianlah, Islam, sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, lagi-lagi terbukti memiliki ajaran yang sangat lengkap dan seksama dalam membimbing umatnya mengarungi samudera kehidupan. Semua sisi dan potensi kehidupan dikupas tuntas serta diberi tuntunan yang detail, agar umatnya bisa tetap bersyariat seraya menjalani fitrah kemanusiannya.

(Kang Jeri. Sumber : Sutra Ungu, Panduan Berhubungan Intim Dalam Perspektif Islam, karya Abu Umar Baasyir)
Share:

Senin, 20 Desember 2010

Tabel Periodik Diperbarui

Mukin bagi Fisikwan atau Ahli Kimia tidak asing dengan tabel periodik.
Taukah anda bahwa Tabel periodik yang selama ini dikenal-bahkan sudah dihapal oleh para siswa-akan diperbarui dengan menambah informasi berat atom untuk 10 unsur kimia.




Perubahan pertama kali dalam sejarah itu perlu diambil karena menurut para ahli kimia dan ahli fisika, berat atom harusnya ditampilkan dalam suatu rentang, bukan angka yang tetap. Tabel periodik yang baru itu akan lebih akurat dalam menggambarkan elemen tersebut di alam.

Salah satu contoh yang diberikan oleh artikel di Science Daily adalah unsur sulfur. Pada tabel periodik sekarang, sulfur memiliki berat atom 32,065. "Padahal, berat atom sulfur terentang antara 32,059 sampai 32,076, tergantung pada tempat unsur itu berada," jelas artikel tersebut.

Kesepuluh unsur kimia yang akan memperoleh perubahan adalah hidrogen, litium, boron, karbon, nitrogen, oksigen, silikon, sulfur, klorin, dan talium. Tabel baru yang didesain oleh PBB ini akan efektif berlaku pada tahun 2011.(National Geographic Indonesia/Alex Pangestu)

sumber :

Share:

Minggu, 28 November 2010

Keperawanan Tidak Lagi Sakral!


Apa itu perawan ? mukin tidak perlu di jelaskan kita semua pasti tau. Seberapa pentingkah nilai keperawanan itu? Mungkin ini yang menjadi pertanyaan kita semua. Karena ini menyangkut nilai-nilai kesusilaan dan adat sopan santun.

Di Negara Liberal nilai keperawanan mungkin tidak begitu penting, tapi di negeri kita tercinta, mengeklaim sebagai negeri timur yang menjujung tinggi nilai-nilai kesusilaan dan adat sopan santun pastilah keperawanan (remaja perempuan lajang) itu sangat penting.

Tetapi fakta yang ada di negeri ini sangatlah bertentangan, sebagai mana di tulis di Kompas.com bahwa separuh remaja perempuan lajang di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi disebut tidak perawan karena melakukan hubungan seks pranikah.


Tidak sedikit yang hamil diluar nikah.
Dari 100 remaja, 51 remaja perempuannya sudah tidak lagi perawan, ," ungkap Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief kepada sejumlah media dalam Grand Final Kontes Rap dalam memperingati Hari AIDS sedunia di lapangan parkir IRTI Monas, Minggu (28/11/2010).

... di Surabaya 54 persen, Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. -Sugiri Syarief

Selain di Jabodetabek, ujar Sugiri, data yang sama juga diperoleh di wilayah lain di Indonesia. Ia menyebutkan bahwa di Surabaya, remaja perempuan lajang yang kegadisannya sudah hilang mencapai 54 persen, di Medan 52 persen, Bandung 47 persen, dan Yogyakarta 37 persen. Menurutnya, data ini dikumpulkan BKKBN selama kurun waktu 2010 saja.

Melihat data tersebut terkejutkah? atau mukin sudah lumprah. Apakah ini semua buah dari kebodohan bangsa?!.

Memang mental dan dan pembangunan karakter masyarakat, khususnya generasi muda perlu di lakukan, harus ada aksi nyata dari pemerintah, dan semua elemen masyarakat terutama lembaga pendidikan.

Banyak dari generasi muda kita terjebak dalam lingkaran kapitalis dan budaya hedonis dalam proses menunjukkan identitas diri, ditengah-tengah komunitasnya.

Semoga nilai-nilai subtansi dari keperawanan tetap sakral!

(kangjeri)
Share:

Jumat, 05 Maret 2010

TAN MALAKA : Pejuang Muslim Revolusioner Islam yang Terlupakan

Oleh : Imam El-haq

Sejarah Singkat Kehidupannya

Sutan Ibrahim Gelar Datuk Tan Malaka, gelar yang diberikan kepada Tan Malaka ketika berumur balig. Ini merupakan tradisi masyarakat minangkabau yang turun temurun memberi gelar bagi anak bangsawan. Dilahirkan 1897 di Suliki, Sumatra Barat. Tan malaka dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama (Religius), sangat takut terhadap Allah dan rajin menjalankan perintah-perintahnya. Sebagaimana orang-orang Minang pada umumnya. Tan Malaka tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, lincah dan sehat, terbukti ketika Ibrahim nama kecil Tan Malaka dalam usia yang sangat muda sudah mampu menafsirkan Al Qur’an (Ahmad Suhelmi dkk, 2000).

Kehidupan alam Minangkabau dan gemblengan dari orang tuanya yang religius banyak mempengarui cara berpikir Tan Malaka muda dalam mengarungi perjalanan karirnya sebagai tokoh revolusioner dan founding father bangsa ini kelak.

Berkat orang tuanya tergolong bangsawan (walaupun rendah) Tan Malaka mampu untuk mengecap pendidikan di bangku sekolah waktu itu. Tahun 1903 masuk ke sekolah rendah di Suliki lalu melanjutkan ke sekolah raja atau Kweekscholl di Bukit Tinggi. Banyak orang yang simpatik terhadap pribadi Tan Malaka karena kesopanan, kecerdasannya, kelincahan dan ketekunannya sehingga salah satu guru Belandanya menyarankannya untuk ke Belanda melanjutkan studinya di sekolah guru di Haarlem dekat Amsterdam.

Mengingat pengorbanan dan jasa-jasa dari kampung halaman yang begitu besar hanya untuk pendidikan Tan Malaka, ia tidak disia-siakan. Olehnya ia belajar sungguh-sungguh. Dari disinilah perkenalannya dengan marxisme dan tokoh-tokoh politik perjuangan pergerakan dari Indonesia, seperti Suwardi Suryaningrat (ki hajar dewantara), juga tokoh komunis seperti Henk Sneevliet dan Wiessing. Tan Malaka belajar selama 6 tahun di Belanda, dan pada tahun 1919 kembali ke tanah air hingga dimulailah karirnya menjadi seorang guru.

Perjuangan tokoh yang radikal, militan serta revolusioner semata-mata hanya demi melawan sistem penindasan manusia atas manusia lain yakni kapitalisme yang menurutnya merupakan alasan atas imperialisme dan kolonialisme yang terjadi atas bangsa dan tanah airnya. Tan malaka lebih memilih berjuang bersama buruh dan petani demi pertiwi dengan menanggalkan semua harapan akan masa depan serta gaji yang tinggi sebagaimana harapan guru, orang tua serta orang-orang yang telah berjasa selama menempuh studinya sampai ke Belanda. Namun sikap yang diambil oleh Tan Malaka ini merupakan sebuah ijtihad politiknya untuk menjalankan perjuangan revolusionernya melawan sistem kapitalis yang menindas bangsanya, bukan memusuhi orang atau masyarakat yang hidup di bawah sistem tersebut (Harry A. Poeze, 1999).

Pejuang yang kesepian. Itulah sosok Tan Malaka. Tidak banyak yang kenal betul terhadapnya selain sahabat karibnya Djamaluddin Tamim rekannya dalam membentuk PARI (partai rakyat indonesia) yang dibentuknya pada tahun 1926. Ketika pemberontakan PKI gagal sehingga seluruh anggotanya digulum habis oleh Pemerintah kolonial waktu itu. Selain itu dirinya sangat misterius dan kontroversial bagi pejuang-pejuang lain. Karena gagasan-gagasan revolusionernya sehingga Tan Malaka dikejar-kejar bahkan mengalami pembuangan ke luar negeri oleh polisi kolonial, sebab itulah makanya tak banyak yang mengenalnya, kecuali lewat gagasan yang dituangkan dalam bentuk buku, brosur dan pamflet.baik yang diterbitkan dalam dan luar negeri antara lain yang masterpiecenya yang cukup terkenal yaitu Madilog (1943), yang ditulisnya dalam sebuah gubuk di dekat Kalibata dalam penyamaranya sebagai buruh pabrik sepatu. Dan yang lainnya yaitu Dari Penjara ke Penjara (3 jilid, 1948), , Parlement atau Soviet (1920), SI semarang dan Onderwijs (1921), Dasar Pendidikan (1921), Naar de Republiek Indonesia (1942), Semangat Muda (1925), Massa Actie (1926), Manifesto Bangkok (1927), PARI dan International (1927), PARI dan PKI (1927), Pari dan Nasionalisten (1927), Asia Bergabung (1943), Manifesto Jakarta (1945), Politik, Rencana Ekonomi Berjuang dan Muslihat (1945), Thesis (1946), Islam dalam tinjauan Madilog (1948), Pandangan Hidup (1948), Kuhandel di Kaliurang (1948), Gerpolek (1948) (Taufik Adi Susilo,2008). Pada awal tahun 2000-an, banyak bukunya yang diterbitkan ulang oleh penerbit-penerbit nasional, sepeti Massa Actie dan Gerpolek; gerilya ekonomi politik yang bisa kita dapatkan di toko-toko buku.

Tan Malaka dan Pan Islamisme

Tan malaka adalah contoh pemimpin yang berjuang dan melahirkan gagasan yang hebat untuk mensejahterakan bangsanya tanpa pamrih. Walaupun Tan malaka banyak mengadopsi Faham marxisme dan komunis, ia tidak lupa apa yang telah dibekalkan padanya dengan dasar keIslaman yang kuat dan kukuh dari kampung halamannya di Minang. Tan Malaka selalu berpikir yang dinamis dan mempertanyakan untuk melahirkan gagasan baru untuk menyelamatkan bangsanya yang dijajah.

Pada tahun 1921 Tan Malaka resmi menjadi Ketua Partai Komunis Indonesia. Tapi jabatan itu tidak dapat dijalankan secara total dikarenakan akibat aktivitas politiknya maka dia ditangkap dan dibuang oleh pemerintah kolonial. Dalam pembuangannya tersebut Tan Malaka dapat menghadiri kongres Komintern (komunis internasionale) keempat, November 1922 di Moskow. Kapasitasnya sebagai wakil dan penasihat dari Indonesia. Di sinilah pertemuannya dengan tokoh-tokoh komunis dunia seperti Vladimir Illich Lenin, Joseph Stalin, dan Leon Trostky serta Hochi Minh pemimpin komunis Vietnam. Beruntung Tan Malaka mendapat kesempatan berpidato selama lima menit, dan kesempatan ini dia pergunakan untuk menyampaikan gagasan revolusioner tentang kerja sama antara komunis dan Islam.

Semangat dan jiwa sorang muslim tetap disandangnya. Dalam pidatonya tersebut, Tan Malaka mengatakan bahwa komunis tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa saat itu ada 250 juta warga muslim di dunia, dan Pan Islamisme juga sedang berjuang melawan imperialisme, perjuangan yang sama dilakukan oleh gerakan komunisme. Oleh karenanya gerakan penyatuan antara gerakan itu harus didukung, dan pidato yang bersemangat itu diakhirinya dengan sebuah pertanyaan yang ditujukan untuk peserta terutama petinggi-petinggi komunis dari Bolshevik tua sebagai pengambil keputusan. Bunyinya pernyataannya “maka dari itu saya bertanya sekali lagi, haruskah kita mendukung pan Islamisme?”

Pembelaan atas Pan Islamisme tentunya sangat beralasan dan kuat. Di samping fakta bahwa kekuatan kaum buruh masih sedikit dan belum memadai untuk terorganisir, karena PKI sebagai organisasi politik belum mengakar kuat di dalam masyarakat, sehingga PKI masih lemah untuk memonopoli dan berjuang sendiri melawan kekuasaan kolonial yang kuat dan totaliter waktu itu. Indonesia termasuk negara yang penduduk muslimnya terbesar di dunia, maka semua kekuatan dari element-element harus bersatu di bawah satu payung revolusi yang bersatu dalam kekuatan-kekuatan yang beraliran Islam dan nasionalis.

Ditambah alasan Komintren yang menggangap Pan Islamisme merupakan musuh dari marxisme/komunis, yang diperkuat oleh keputusan Komintern tahun 1920 untuk mnempatkan Pan Islamisme Sebagai musuh dan lawan karena Pan Islamisme dianggap sebagai bentuk lain dari imperialisme, maka itu harus dilawan, tapi Tan Malaka melihat berbeda dan dia ingin mengoreksi serta mengkritisi keputusan yang salah kaprah itu. Menurutnya kekutan Islam yang membawa Pan Islamisme itu harus dirangkul dan diajak kerja sama karena Pan Islamisme menurutnya merupakan wahana atau alat yang bisa dipakai oleh masyarakat Islam di negara-negara terjajah di Asia dan Afrika dalam melawan kapitalisme dalam bentuk kolonilisme dan imperialisme. Dikarenakan Tan Malaka melihat gelombang modernisasi atau pembaharuan Islam dalam diri Pan Islamisme yang mampu mempengaruhi pemikiran-pemikiran yang baru pula bagi masyarakat yang dijajah untuk merdeka, karena itu merupakan keputusan yang salah dan sangat keliru untuk memusuhi Islam dan gerakan Pan Islamisme.

Visi dan keyakinan politik perjuangannya masih sangat kental dengan nuansa-nuansa keislaman. Walaupun dia termasuk dalam partai komunis namun Tan Malaka merupakan tokoh yang kontroversial karena mendukung aliansi Islam, sehingga ia sering tak sepaham dengan kawan-kawan seperjuangan lainnya. Apalagi setelah pemberontakan PKI 1925, yang dikritik keras oleh Tan Malaka berhasil dipatahkan oleh pemerintah kolonial. Melihat itu Tan Malaka semakin yakin akan persepsinya tentang persatuan perjuangan yang harus besar dan kuat, untuk itu menurutnya persatuan dan kerja sama yang erat dari semua kekuatan politik yang anti kapitalisme dan imperialisme mutlak sifatnya.

Semakin kuat dan besar sebuah gerakan anti imperialisme, maka makin besar pula dorongan penjajah untuk memakai politik memecah belah. Mungkin itu yang terjadi antara PKI dengan semangat sosialismenya dan SI (sarekat islam) dengan jargon Pan Islamismenya. Perseteruan antara keduanya hanya akan semakin melemahkan gerakan dan semangat anti kolonial, dan tan malaka kecewa melihat itu sebagaimana yang dikatakanya kalau perbedaan Islamisme dan Komunisme kita perdalam dan dilebih-lebihkan, berari kita memberikan kesempatan kepada musuh yang terus menerus mengintai untuk melumpuhkan gerakan Indonesia”, katanya. Dan pendapatnya ini didukung oleh tokoh SI Kiai Haji Hadikusumo, menurutnya mereka yang memecah belah persatuan rakyat berarti bukan muslim sejati, ujarnya’.

Di bawah kepemimpinan H. Agus Salim, Sarekat Islam menerapkan “disiplin partai”. Sebuah kebijakan yang melarang anggotanya untuk terlibat dalam keanggotaan partai lain atau SI membatasi keangoatan PKI dalam tubuh sarekat Islam. Kondisi ini justru memperuncing keadaan dan perpecahan gerakan. Tentunya, kondisi ini dimanfaatkan oleh pemerintah kolinial untuk memakai politik pecah belahnya. Lagi-lagi Tan Malaka sedih melihat perpecahan itu, namun setelah PKI di bawah kepemimpinannya, upayanya untuk menyatukan kekuatan itu memperlihatkan keberhasilan, tetapi pemerintah kolonial membuangnya ke negari Belanda tahun 1922. Namun prinsip politiknya untuk penyatuan Pan Islamisme dan nasionalisme serta komunis tetap tidak pernah berubah. Walaupun ia ditangkap, di buang, hingga diasingkan, semangat serta keyakinan untuk menyatukan kekuatan revolusioner tersebut selalu terpatri dalam sanubarinya.

Sangat mustahil kita menginginkan revolusi atau mengusir penjajah yang berwatak kapitalis dan kolonial, jika persatuan itu tak terjadi. Islam memusuhi komunis, PKI membenci SI. Ini hanya akan “merugikan perjuangan” kata Tan Malaka. Juga bahkan akan menyebabkan kegagalan revolusi. Sayang seribu sayang, belum sempat ijtihad politik Tan Malaka berhasil untuk menyatukannya lalu membangun gerakan besar dan kuat untuk menumbangkan rezim penjajah kolonial dalam sebuah revolusi, pejuang kesepian ini sudah meregang nyawa. Mayatnya di buang di kali Brantas, oleh pasukan militer suruhan Sjahrir. Tan Malaka Gugur sebagai martir untuk bangsanya sendiri, bangsa yang selama ini diperjuangkannya. Namanya tidak seharum Soekarno, Hatta, Sjahrir, Natsir dan pejuang-pejuang kemerdekaan lain. Tetapi pasti, Ia syahid!
Share:

Kamis, 18 Februari 2010

Pesantren, Jihad dan Teror

Oleh: A. Mustofa Bisri

Sebagai orang yang dibesarkan di pesantren, sama sekali saya tidak kaget mendengar pesantren dikait-kaitkan oleh pejabat tinggi negeri ini dengan teroris. Kita maklum belaka kebiasaan berpikir lugu kebanyakan petinggi kita yang gampang mengait-ngaitkan masalah dan suka dengan spontan menunjuk-nunjuk pihak lain.

Inilah cara yang paling sederhana untuk menghindar dari dan sekaligus menunjukkan tanggung jawab. Bahkan saya tidak kaget kalau spontanitas sederhana pejabat tinggi itu kemudian menjadi semacam kebijaksanaan yang diikuti membabi-buta oleh bawahan-bawahannya. Saya juga tidak kaget kalau pada gilirannya pers meramai-kembangkan hal itu

Boleh jadi petinggi yang bersangkutan memang mendengar pengakuan salah satu atau beberapa pelaku teror yang tertangkap, atau melihat dokumen yang ditemukan yang menunjukkan bahwa ada tersangka teroris yang mengaku jebolan pesantren. Apalagi bila pejabat tinggi itu termasuk yang termakan opini bahwa sumber teror adalah dari pemahaman ajaran Islam, maka pesantren yang diketahui merupakan tempat pendidikan agama Islam akan tampak logis dijadikan kambing hitam.

Saya yakin semua orang tahu bahwa saat ini jenis pesantren banyak sekali. Bahkan –seiring banyaknya kiai tiban— banyak pula pesantren tiban. Dan pesantren yang disebut ‘salaf’ –katakanlah pesantren yang ‘asli’— baik yang kemudian menamakan diri sebagai pesantren modern atau yang disebut orang tradisional, sudah memiliki jati diri sendiri yang tidak mudah dikagetkan oleh kepanikan orang --termasuk pejabat-- yang panikan.

Sejak mula pesantren ‘salaf’ meyakini suatu akidah pemikiran ahlussunnah wal jamaah yang bercirikan tawassuth wal i’tidaal, tengah-tengah dan jejeg, dengan missi melanjutkan missi Rasululullah SAW rahmatan lil ‘aalamiin, menebar kasih sayang ke semesta alam. Pesantren yang masih merupakan mayoritas ini, masih dipimpin dan diasuh oleh kiai-kiai –dengan sedikit pengecualian-- yang yanzhuruuna ilal ummah bi ‘ainirrahmah, yang memandang umat dengan mata kasih sayang. Bersikap lemah lembut kepada sesama seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Ajarannya juga masih tetap Addiinu annashiihah liLlahi walikitaabihi walirasuulihi waliaimmatil muslimiin wa’aammatihim, berlaku baik terhadap Allah dengan membenarkan keyakinan dan ikhlas beribadah kepadaNya; berlaku baik terhadap kitabNya dengan mempercayai dan mengamalkan isinya; berlaku baik terhadap rasulNya dengan mempercayai risalahnya dan mengikuti ajaran dan perintahnya; berlaku baik terhadap para pemimpin dengan mentaati mereka dalam kebenaran dan menasehati mereka bila nyeleweng; berlaku baik terhadap umumnya umat dengan menunjukkan kebaikan kepada mereka dalam urusan dunia maupun akherat.

Namun kalangan pesantren –termasuk organisasinya seperti RMI dan NU—bisa mengambil hikmah dari dikait-kaitkannya pesantren dengan terorisme ini. Minimal hal ini dapat menyadarkan mereka bahwa ketika dunia dikuasai ‘ideologi-ideologi’ ekstrem seperti sekarang, ‘ideologi’ mereka yang tawassuth wal i’tidaal berasaskan kasihsayang sangat sangat dibutuhkan. Dan pada gilirannya mendorong mereka untuk lebih menampilkan jati diri mereka sebagai pelopor pemikiran dan sikap jejeg dan tengah-tengah, menebarkan rahmatan lil’aalamiin; serta lebih aktif menjelaskan pemahaman yang benar tentang ajaran Rasulullah SAW melalui lisan, tulisan, maupun tindakan, tidak saja kepada pihak luar, tapi juga kepada kalangan sendiri yang masih belum benar-benar bisa memahami samhatal Islam, kelapangan Islam.

Kalangan pesantren mesti mengkaji ulang dan memperbaiki cara mereka mulang dan memberi pengajian. Karena ternyata belakangan banyak konsep-konsep keliru yang laris manis justru karena dikemas dan diajarkan dengan cara yang canggih. Soal ‘jihad’ misalnya. Ternyata istilah yang sudah ‘ma’lumun fiddiini bidhdharurah’ di kalangan pesantren ini, kini masih ada yang mempersoalkan atau dipersoalkan lagi akibat adanya pemahaman baru yang bukan saja merusak maknanya, tapi juga merusak citra Islam itu sendiri.

Bukan saja jihad diartikan hanya sebagai qitaal, perang, tapi jihad dan qitaal itu sendiri sudah tercerabut dari gandengannya yang tidak boleh dipisahkan: fii sabiiliLlah. Qitaal –fii sabiiliLlah sekalipun-- yang tidak mengikuti jalan Allah, sama saja dengan teror! Sama dengan amar-makruf-nahi-munkar yang seharusnya dilakukan secara makruf, kini sudah ada yang melakukannya dengan cara yang mungkar; demikian juga jihad sudah ada yang melucuti sabiiliLlah-nya. Berjuang di jalan Allah tanpa mengindahkan jalan Allah. Jihad dengan Quran --sebagaimana difirmankan Allah “Wajaahidhum bihi jihaadan kabiiran” ,“Berjuanglah terhadap mereka dengannya (Quran) dengan jihad yang besar” (Q. 25: 52)— yang menebarkan rahmat dan kehidupan, kini kalah populer oleh ‘jihad’ dengan bom yang menebarkan laknat dan kematian.

Waba’du; akan halnya teror itu sendiri yang menjadi biang masalah, saya sudah pernah menulis dan mengatakan antara lain bahwa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, teror berarti: 1. perbuatan (pemerintahan dsb) yang sewenang-wenang (kejam, bengis, dsb); 2. usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan.

Jadi apakah itu pemerintah, perorangan, atau golongan bisa melakukan teror. Pemerintah kolonialis Belanda dan Jepang yang melakukan teror terhadap rakyat Indonesia kemudian ditiru oleh pemerintah orde baru, terutama di awal-awal kekuasaannya. (Anda masih ingat menjelang pemilu tahun 1971? Pemerintah yang didukung oleh ABRI waktu itu melakukan teror yang luar biasa kejam kepada rakyatnya sendiri. Penculikan, penyiksaan, penindasan, dan hal-hal lain yang mengerikan dilakukan oleh aparat pemerintah. Masih ingat lembaga atau apa yang bernama Babinsa –bersama koramil—yang tahun 70-an menjadi momok di daerah-daerah karena kebengisannya?).

Di luar Indonesia, sampai saat ini pemerintah Amerika masih terus meneror dunia dengan tindakan-tindakannya terhadap ‘negara-negara kecil’ seperti Afganistan, Irak, Iran, Syria yang dianggapnya tidak manut kepada negara adi daya itu. Pemerintah Israel meneror Yasser Arafat dan rakyat Palestina. Dan kebetulan negara-negara sasaran itu dikenal sebagai negara-negara kaum muslimin. Dua pemerintahan yang saling mendukung itulah antara lain yang --dengan ketidakadilan alias kezaliman mereka-- melahirkan ‘teroris-teroris gelandangan’ dimana-mana. Pihak kecil yang gregetan dan frustasi terhadap kezaliman pihak yang kuat seringkali kalap dan menjadi zalim pula. Kezaliman melahirkan kezaliman dan kedua-duanya melahirkan kegelapan.

Khusus di republik yang tertatih-tatih oleh timbunan utang, koruptor, dan seabrek masalah ini, merekrut ‘pejuang teror’ kiranya jauh lebih mudah dari pada menangkap teroris. Disini orang kecil atau rakyat yang bodoh dan melarat banyak, orang besar atau pemimpin yang korup dan tak bertanggungjawab juga banyak. Disini untuk beberapa ribu rupiah, akal bisa hilang dan nyawa bisa melayang. Bayangkan bila ada doktrin yang bisa meyakinkan kepada orang yang sudah sedemikian sumpeknya terhadap kehidupan dunia ini, bahwa bila dia mau mengorbankan nyawanya, dia bukan sekedar akan mendapat beberapa ribu rupiah, tapi akan mendapatkan kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan yang berbahagia tanpa rasa takut dan susah. Sorga.

Menurut saya, teroris akan mudah –bahkan mungkin hanya bisa—dikikis oleh sikap adil penguasa. Saya yakin Amerika akan bisa tidur tenang, bila mereka tidak memilih pemimpin zalim semacam Bush. Dan disini, di negeri ini, doktrin teroris macam Noordin M. Top tidak akan laku, bila pemerintah lebih serius memikirkan kesejahteraan rakyatnya dan para pemimpin agama serius membimbing ke arah penguatan dan pengkayaan batin mereka.
Wallahu a’lam.



Share:

Senin, 01 Februari 2010

Revolusi Media Pengajaran

Rabu, 27/01/2010 | www.detik.com
Jakarta - Untuk mencapai pendidikan yang berkualitas merupakan tugas dan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Keterlibatan seluruh anggota masyarakat menjadi sangat penting. Namun, rendahnya kesadaran akan arti penting pendidikan menjadikan banyak pihak membiarkan masalah yang muncul menjadi semakin membesar dan baru tersadarkan ketika memberikan dampak buruk.


Oleh karenanya menumbuhkan kesadaran tentang arti penting pendidikan merupakan langkah awal yang harus ditempuh sebelum menuntut banyak pihak untuk lebih mencurahkan perhatiannya pada pendidikan. Secara umum perkembangan teknologi telah mempengaruhi segala sendi-sendi kehidupan. Tidak terkecuali dunia pendidikan.

Di negara-negara maju pemanfaatan teknologi untuk mendorong pembelajaran yang lebih inovatif ini terus dikembangkan. Guna mencetak manusia pembelajar yang update dengan teknologi. Dengan kata lain bahwa upaya ini meminimalisir manusia yang gagap teknologi. Sementara di negara berkembang keberadaan teknologi dalam pembelajaran ini masih dalam tahap pemanfaatan. Sehingga, masih perlu optimalisasi pemanfaatan secara kontinyu pada sumber daya manusia pendidikan Indonesia. Dalam hal ini ialah guru.

Dunia pendidikan Indonesia menghadapi ACFTA 2010 ini juga perlu mendorong peningkatan mutu dan layanan dalam pembelajaran. Memberikan pengawasan ketat terhadap pengaruh asing yang mungkin menimbulkan dampak negatif, dan memberikan ruang yang luas untuk berkreasi menemukan inovasi-inovasi terbaru. Hal ini semata-mata untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam percaturan di era pasar bebas saat ini.

Di tengah-tengah persaingan ini tentunya dunia pendidikan perlu melakukan revolusi dalam pembelajaran. Salah satu yang dapat dilakukan dalam merevolusi ini ialah penggunaan media yang menarik bagi peserta didik. Media belajar dapat berpengaruh pada kualitas penyerapan informasi bagi peserta didik. Sebab, hadirnya media belajar ialah untuk mendekatkan antara teori dengan realitas dan mengkonkritkan konsep yang abstrak.

Media pembelajaran berbasis e-learning dapat dikembangkan dalam rangka proses penyampaian informasi sekaligus penguasaan terhadap teknologi. Media yang akan dikembangkan ini semestinya mampu mengarahkan peserta didik untuk berpartisipasi aktif di dalam kelas maupun kegiatan di luar kelas. Setidaknya dapat mengambil posisi yang saling mendukung sebagai upaya meningkatkan pengetahuan.

Pengetahuan sifatnya sangat luas sehingga tidak hanya satu hal saja dapat diperoleh dari pembelajaran dengan media elektronik ini. Pembelajaran semacam ini ke depan menjadi tren yang mau tidak mau harus dilakukan di bidang pengajaran. Aspek yang luas dapat dikaji dengan memanfaatkan sumber yang semakin mudah pula diperoleh.

Tantangan ke depan ialah bagaimana menjadikan pembelajaran berbasis e-learning ini dapat mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menyerap segala informasi yang diperolehnya dari berbagai macam sumber. Filterisasi yang ketat terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin dapat ditimbulkan dari sumber yang salah juga menjadi koreksi bagi pemangku kebijakan bidang komunikasi dan informasi.

Selebihnya kewenangan lain dapat pula diambil oleh Departemen Pendidikan Nasional dalam membatasi upaya plagiat terhadap karya orang lain dalam hal pemikiran. Hal ini mendorong manusia Indonesia yang lebih sportif dan menjunjung tinggi orisinalitas karya.

Sumber yang sangat terbuka ini ternyata menimbulkan kenyataan negatif dan banyak dijumpai upaya copy - paste terhadap karya orang lain. Oleh karenanya pengawasan yang ketat dapat dilakukan oleh semua pihak yang terkait misalnya pendidik dan editor jika ingin diterbitkan.

Kita sadari bahwa upaya tersebut tidaklah mudah dilakukan mengingat luasnya sumber informasi yang dapat diakses oleh semua orang. Karena pentingnya hal tersebut maka pengawasan dari semua pihak sangat efektif. Hingga pada akhirnya pemanfaatan sumber informasi yang luas ini membawa kebermanfaatan bersama tanpa ada pihak yang dirugikan.

Rudiono
Mahasiswa Pendidikan Geografi Universitas Negeri Yogyakarta dan ketuaK omunitas Peduli Pendidikan "Educlique" Yogyakarta.

Share:
Copyright © Kangjeri's Blog | Powered by Blogger Distributed By Protemplateslab & Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com